2 Desember 2016

Ketika WEREWOLF Menjadi Pembeda

Aku pulang, karena tiga alasan. Pertama, acara nikahan teman. Oke, kumohon jangan ajukan pertanyaan seputar ini padaku meski umurku sudah matang. Kedua, acara Kampus Fiksi 18. Ketiga, duitku habis. Ketiga alasan itu berhasil berkolaborasi mendorong hasratku untuk kembali ke Kota Istimewa.

Perlu kuakui, untuk alasan kedua, dari lubuk hati terdalam kupasangkan niat untuk membantu sie dokumentasi, cc : Bang Reza. Ya, gara-gara tulisan sedih Bang Reza pasca KF 17 di blognya, terlebih di bagian yang intinya seperti lirik lagu Geisha “aku benci sendiri”, dan bagian ketika namaku disebut sebagai orang yang berjanji akan membantu mendokumentasikan acara di KF 18 dengan handycame-ku, akhirnya aku merasa terpanggil untuk membantu *halah. Perlu diakui, ini dia fakta tulisan yang bisa memengaruhi orang lain. Aku adalah bukti nyata dari orang yang terpengaruh oleh tulisan Mas Reza.

Dari Pare, Kediri, aku berangkat di pertengahan siang pada hari Jumat. Tiba di Jogja, hari sudah malam. Aku tidak langsung ke gedung KF. Kurasa berkumpul dengan keluarga setelah satu bulan tidak bertatap muka akan lebih baik. Akhirnya kuputuskan datang ke gedung KF pada Sabtu, pagi harinya.
***

8 September 2016

Klimaks Pelancongan : Nggak Nemu Surau, Sampai Menggelandang Dini Hari


Kegilaan berlanjut.

Setelah “momen Titiwangsa” ternyata ada momen lain yang nggak kalah berkesan. Hari ke empat di Kuala Lumpur, pagi itu kami diantar pakai mobil. Ini bukan inisiatif kami, tapi memang Mbak Shofi yang nyuruh. Mungkin Mbak Shofi kasihan melihat kami yang kemarin sangat kelelahan, karena begitu sampai rumah langsung tepar semua. Makanya pagi itu kita diantar sama Pak Nur pakai mobil. Sebenarnya kami ngerasa kurang nyaman karena harus merepotkan, tapi... ya sudahlah.

Did u know kami diturunkan di mana? Stesen Titiwangsa -_- Ini langsung mengingatkan kami pada perjalanan kemarin. Perjalanan yang sungguh sangat melelahkan -__-

Kami diturunkan di sana dan disuruh lanjut ke Genting Highland (salah satu destinasi wisata populer yang ada kereta gantungnya). Sebenarnya kita sih mau-mau aja, rekreasi... terus naik kereta gantung. Tapi... uangnya? Ehm, itu yang membuat wajah kami langsung tertunduk lesu. Pasti mahal. Sementara kami udah berjanji buat ngirit.

27 Juli 2016

Penipuan Berkedok Beasiswa Terhadap Mahasiswa UIN



Ini kisah penipuan yg terjadi pada saya, tepat pada Sabtu malam. Kronologinya begini, tanggal 16 Juli 2016 pukul 20.38 saya mendapat SMS dari sebuah nomor tdk dikenal.

“Ass. Malam, ini Bapak Dr. Waryono, M. Ag (WR III UIN SUKA) dgn adanya surat Kemenag-REKTOR No. 2 PT MDR/2/16 Hal dgn beasiswa THP 2 B.MANDIRI Rp 4jt. Ditujukan kepada Yth : Eki Arum Khasanah, penerima dana beasiswa Bank Mandiri Tahap 2 usul rektor 2016. Harap segera di hub ke Bag Kemenag RI Prof. H. Handoko (085288963818). Hrp laporkan kode registrasi ini (09898747) supaya dananya dicairkan. Maaf, bpk cuma bisa sms krn ada acara. Surat sertifikat beasiswa kemenag bisa ambil hari Senin di ruangan saya.Hubungi sekarang bagian keuangan, krn sdh ditunggu. Tks.”

Karena saking senangnya saya langsung bersyukur. Meski sempat bertanya dalam hati, memang ada beasiswa bank Mandiri tahap 2? Oh mungkin ada, dilihat dari laporan IP yg pernah saya serahkan pasca saya mendapat beasiswa 2013 lalu, pikir saya saat itu. Barangkali saya dianggap bisa mempertahankan IP dengan cukup baik sehingga diberi beasiswa tahap 2.
Tidak berpikir panjang, akhirnya saya pun SMS nomor Prof. Handoko dan menyampaikan kode registrasi yg sudah diberikan bapak Waryono (WR III palsu) tadi. Saya memang sudah kenal bapak Waryono karena beliau dulu dekan fakultas saya dan saya juga pernah mengobrol langsung dengan beliau.
Setelah itu saya SMS pak Waryono (palsu), bahwa saya sudah menghubungi Prof. Handoko. Kemudian pak Waryono mengirimi SMS pada saya,

“Bpk minta, spy proses registrasi bisa via tlp ke Prof. Handoko skrg, agar proses pencairan dananya malam ini bisa dikelarkan. Hubungi skrg krn sdh ditunggu itu. Tks.”

Saya akhirnya menghubungi Prof. Handoko via telefon. Awalnya Handoko pura-pura tidak tahu nomor saya, ia bertanya ini siapa? Akhirnya saya jelaskan bahwa saya Eki mahasiswa UIN yang mendapat arahan dari Bapak Waryono untuk menghubungi prof Handoko karena saya menerima beasiswa tahap 2. Lalu prof Handoko memastikan nama lengkap saya. Dia pun bisa menyebutkan alamat lengkap rumah saya, dan tempat tanggal lahir saya. Saya pun semakin percaya bahwa ini benar-benar pihak kampus, karena mengetahui data-data saya secara lengkap.
Kemudian prof Handoko menjelaskan secara rinci bahwa beasiswa tahap ini bukan sistem transfer, melainkan sistem pencairan online. Sehingga harus diselesaikan dengan mencairkan sendiri ke atm. Akhirnya saya pun disuruh untuk ke atm terdekat. Begitu sampai di atm, saya dituntun untuk melakukan pencairan online sesuai instruksi yang diberikan prof Handoko. Ia menyuruh saya menggunakan menu bahasa Inggris karena pencairan online hanya bisa dilakukan menggunakan menu bahasa Inggris saja. Selanjunya ia memberi instruksi hingga akhirnya saya disuruh menekan kode pencairannya. Prof Handoko berkali-kali mewanti-wanti saya untuk berhati-hati saat memasukkan kode pencairan, jangan sampai salah. Karena jika salah sedikit saja maka pencairannya akan gagal. Saat itu saya benar-benar dalam keadaan panik. Karena di pikiran saya, saya sedang berhadapan dengan profesor dan harus benar-benar jeli dalam melakukan sesuatu, jangan sampai salah sedikit pun dari yang ia instruksikan. Selesai memasukkan kode pencairan, prof Handoko memberikan arahan untuk memencet tombol-tombol tertentu yang saya tidak mengerti maksudnya apa. Saya hanya menurut saja, dan hingga akhirnya keluar struk transaksi. Kemudian prof Handoko menyuruh saya untuk merobek kertas struk itu dengan alasan jangan sampai struk itu diketahui orang lain dan disalahgunakan. Karena saya seperti orang bingung dan hanya bengong, prof Handoko langsung menanyai saya, “Sudah kamu robek belum nak kertasnya?”. Intinya ia selalu menekan dan mendesak saya sehingga tidak memberikan kesempatan pada saya untuk berpikir jernih. Saya langsung sadar dari bengong dan lalu tergopoh-gopoh merobek sedikit dari kertas itu. Saya tidak merobek semuanya karena benar-benar dalam keadaan panik dan terburu-buru. Prof Handoko lalu menyuruh saya membuang kertasnya ke tempat sampah. Tapi karena menurut saya struk itu masih penting jadi saya dengan cepat memasukkannya ke dalam tas. Intinya biar struk itu tidak ada lagi di tangan saya kan ya? Jadi yang penting saya udah nggak pegang. Sekalipun struknya tidak beneran saya buang, namun saya masukkan ke dalam tas. Toh prof Handoko tidak tahu, pikir saya.
Setelah selesai transaksi, prof Handoko menjelaskan bahwa proses pencairan itu baru setengah perjalanan. Total beasiswa 4 juta. 2 juta akan cair di rekening Mandiri saya, dan 2 juta sisanya dapat cair di rekening lain. Sehingga saya harus mencari rekening lain untuk pencairan tersebut. Saya kemudian mengatakan, ada rekening BRI, namun tidak ada ATM-nya.

“Yah, kok tidak ada ATM-nya, nak? Pencairan ini harus dilakukan sistem online melalui ATM. Apa tidak ada ATM yang lain?” ucap prof Handoko.

Saya langsung berpikir, sepertinya bapak saya ada ATM, kalau tidak salah BRI. Saya langsung mengutarakan pikiran saya pada prof Handoko, bahwa ayah saya punya ATM. Akhirnya prof Handoko bertanya kira-kira saya bisa ketemu sama bapak berapa menit lagi? Selalu seperti itu. Profesor palsu itu selalu mendesak dengan keterbatasan waktu yang ada. “Tolong ya nak, jangan buat prof menunggu terlalu lama. Kira-kira berapa menit nak untuk sampai rumah untuk ambil ATM?” seperti itulah taktik dan gaya bicara profesor palsu itu. Sehingga menuntut saya berpikir cepat dan terburu-buru.
Cepat saya pun melajukan motor ke rumah. Saya langsung telfon bapak saya yang sedang ada di luar. Akhirnya bapak pulang. Saya pun menceritakan semua kronologinya dengan tergesa-gesa, sambil meminta bapak untuk menemani saya ke ATM. Bapak bersedia dan akhirnya kami melaju menuju ATM BPD, karena ternyata ATM bapak saya BPD. Dalam perjalanan menaiki motor, bapak sempat ragu dan curiga kalau itu beasiswa betulan. Namun saya berusaha meyakinkan, karena profesor itu tahu semua data-data saya, berarti beasiswa itu pasti benar.
Sesampai di ATM, bapak sempat menanyai saya, “Arep takon satpam sikek ora? (Mau tanya satpam dulu tidak?)”. Karena saya juga ikut ragu melihat keraguan bapak, akhirnya kami bertanya kepada satpam yang berjaga di ATM Piyungan malam itu. Saya menanyakan apakah ada beasiswa dengan sistem pencairan online menggunakan kode pencairan? Satpam pun menjelaskan bahwa tidak ada sistem pencairan semacam itu. Mendengar penuturan satpam, saya jadi semakin ragu. Satpam itu kemudian memberi saran pada saya untuk menanyakan ke pihak kampus atau Bank Mandiri dulu. Tapi untuk bertanya ke pihak kampus dan bank, berarti harus menunggu hari Senin. Itu berarti dua hari lagi. Sementara maksimal pencairannya harus malam ini. Namun karena saya sudah mulai ragu, akhirnya saya berniat mengecek saldo saya dulu. Barangkali itu memang bukan beasiswa, namun justru penipuan. Begitu saya cek saldo saya di ATM itu, ternyata tinggal 100 ribu, padahal sebelumnya 900 ribu. Saat itu saya mulai sadar, bahwa saya benar-benar telah ditipu. Penipuan berkedok beasiswa. Semua taktik yang digunakan untuk mengelabuhi benar-benar meyakinkan. Mulai dari cara SMS dan bentuk SMS-nya, mengetahui data-data dengan lengkap, dan berbicara layaknya pejabat tinggi.

Setelah saya posting kisah penipuan ini di akun sosmed, ternyata ada teman yang mengatakan bahwa penipuan itu sudah pernah terjadi beberapa tahun lalu. Meski begitu, ternyata ada pula penipuan yang baru terjadi akhir-akhir ini. Berikut informasi penipuan yang berhasil saya himpun dari beberapa teman di UIN.

Penipuan pertama, terjadi pada Iis Eka Wulandari, mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga, pada 19 Juni 2016. Penipuan berkedok beasiswa lulusan MA-PTAIN Kemenag. Untungnya korban tidak berhasil ditipu.

Penipuan kedua, terjadi pada Muhammad Ghiffari, mahasiswa Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga, pada tanggal 26 Juni 2016 pukul 16.30. Penipuan berkedok dana akomodasi undangan rakornas bagi peserta diskusi MPR GOES TO CAMPUS. Mahasiswa tersebut bahkan sampai kehilangan 41juta rupiah. (cerita ini saya ketahui dari blognya : https://eghiffari.wordpress.com/2016/06/27/penipuan-mengatasnamakan-pejabat-kampus-uin-sunan-kalijaga/  )

Korban selanjutnya adalah saya, Eki Arum Khasanah, mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga, pada Sabtu 16 Juli 2016 pukul 20.38 WIB, dengan diawali sebuah SMS yang mengatasnamakan Bapak Waryono, WR III UIN Sunan Kalijaga. Penipuan berkedok beasiswa Bank Mandiri tahap 2.

Penipuan masih berlanjut pada korban bernama Muhamad Syaqim Mahfudz, mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga, pada 26 Juli 2016, pukul. Penipuan berkedok beasiswa DK MPR-Kompilasi untuk peserta diskusi MPR GOES TO CAMPUS. Mahasiswa sudah sempat telfon ke orang yang mengaku profesor Handoko juga, tapi untungnya penipuan gagal.

 

Ini gambar struk yang sempat saya robek sedikit. Penipunya adalah orang yang menggunakan Bank BRI atas nama Yudi Kurniawan dengan nomor rekening 036201028220509. Nomor rekening tersebut sama persis dengan nomor rekening yang sudah menipu Muhamad Ghiffari hingga kehilangan 41 juta rupiah. Kemungkinan penipuan semacam ini masih dan akan terus berlanjut. Karena saya rasa penipu sudah memiliki data-data anak UIN Sunan Kalijaga secara lengkap, termasuk nomor yang bisa dihubungi. Sehingga mohon dengan sangat informasi ini disebarkan, agar seluruh mahasiswa UIN mengetahui penipuan semacam ini, sehingga tidak ada korban selanjutnya.

16 Mei 2016

Titiwangsa Malaysia Menyimpan Kenangan

Perjalanan hari ke 3 di Kuala Lumpur jadi perjalanan tak terlupakan. Pasalnya, hari itu kami bertiga untuk pertama kalinya berkeliling sendirian. Kalau hari kedua kami ditemani Mbak Shofi, namun hari itu kami sendiri. Awalnya bingung karena nggak tahu harus jalan lewat mana. Dari apartemen Mbak Shofi ke TBS (Terminal Bersepadu Selatan) bisa ditempuh jalan kaki 15 menit, tapi bukan melalui jalan raya yang lurus2 aja, melainkan harus melalui jalan pintas yang cukup rumit (Mbak Shofi aja sampe bingung mau jelasin rutenya gimana). Tapi bermodalkan nekat dan yakin, kami akhirnya jalan saja. Toh nanti kalau nggak tau jalan tinggal tanya orang. Daripada naik teksi yang menghabiskan 5 RM (eman2 to yaa), mending jalan kaki, hitung-hitung sambil lihat keadaan sekitar, hehe. Perjalanan lumayan panas, tapi kami bertiga menikmatinya. Keakraban ternyata lebih terasa ketika kami jalan kaki. Terlebih tidak ada yang menemani, hehe, jadi merasa lebih bebas bercanda apapun.

Perjalanan menuju TBS ^_^

Kebiasaan bocah satu ini, kalau jalan suka ninggal kita gitu aja -_-

6 Mei 2016

Pelancongan Pertama : Batu Caves

Hari kedua di Malaysia, kita ke Batu Caves. Itu adalah gua besar yang dianggap suci oleh umat Hindu. Nggak heran kalau di sana banyak orang India. By the way, masyarakat di Malaysia memang terdiri dari 3 etnis, yaitu Melayu—masyarakat asli Malaysia—China, dan India. Jadi jangan heran kalau di sana banyak ditemui orang-orang dengan 3 etnis itu tadi.

Sebelum bepergian, kita jalan-jalan pagi dulu sama si comel Selvi (anak Mbak Shofi). Selvi baru kelas 6 SD, tapi pemikirannya udah pinter banget, kayak orang dewasa.


3 Mei 2016

Kunci Melancong : Jangan Malu Bertanya!

Sabtu 23 April 2016.
Hari pertama, keberangkatan ke KL naik pesawat Air Asia. This is my first time to fly with plane. Rasanya kayak naik kora-kora, haha. Cuma goyangannya agak alus aja. Tapi karena nggak biasa, cukup pusing juga naik pesawat selama 2 jam. Awalnya pas naik excited banget, serasa terbang di angkasa dan menembus cakrawala *halah lebay. Bisa ngeliat semua ciptaan Allah dari atas. Tapi lama-kelamaan jadi pusing dan mual, untung nggak sampe muntah *maafkan kekatrokan saya.

Setelah dua jam terbang di udara, pesawat perlahan mulai turun. Aku pun mulai melihat pemandangan dataran hijau yang luaaas banget dan rapi. Sempat aku bilang ke Sari di kursi belakang, “Sar, rumput tetangga ternyata memang lebih hijau, ya?” Tapi ternyata setelah aku tahu dari Mbak Shofi, itu adalah perkebunan sawit. Di Malaysia memang terkenal dengan perkebunan sawitnya. Pantesan kelihatan hijau semua dan berderet rapi.

2 Mei 2016

Penginapan Terlarang di Bandara Solo

Pra hari pertama jatuh pada Jumat, 22 April 2016. Selesai salat Jumat kita langsung cus stasiun Lempuyangan. Naik prameks, yang murah, 8 ribu rupiah ajah :D Rencana kita nanti turun stasiun Purwosari, Solo. Setelah itu naik BST (Batik Solo Trans). Semua itu sudah kita rancang dan persiapkan jauh-jauh hari. Sebenarnya jadwal take off (pemberangkatan) pesawat kita hari Sabtu, 23 April 2016 jam 9 pagi. Tapi karena pemberangkatan Internasional, jadi harus stand by 3 jam sebelum pemberangkatan. Otomatis harus stand by di Solo dari jam 6 pagi, kan? Daripada kemrungsung, akhirnya kita putuskan berangkat hari Jumat saja. Sebenarnya bisa aja berangkat hari Sabtu jam 4 pagi gitu, tapi syaratnya harus naik motor. Sedangkan menurut yang kita browsing, kalau mau titip motor di bandara Adi Soemarmo tarifnya 20 ribu/malam. Ya eman2 banget to ya? Bayangin kalau nginep 5 hari, tarifnya jadi 100 ribu. Ya mending naik prameks aja, kan?

Pelancongan ke Malaysia

Aku di Kuala Lumpur selama 6 hari. Eits, sebelumnya biar kuperjelas. Aku ke sana bukan sekadar berlibur. Mungkin banyak orang yang mengira, “Gile, kaya banget ni orang liburan ke luar negeri!” atau “Widih, keren liburannya ke luar negeri.”

Pertama, saya tegaskan. Ini bukan hal yang keren atau karena saya punya duit banyak sehingga liburan ke luar negeri. Setiap orang pun bisa, asal punya niat. Masalah uang? Bro, tiket gue cuma 700 ribu pulang pergi. Murah banget, kan? Tiket pesawat ke Sumatera atau Sulawesi aja bisa jadi lebih dari itu. Makanya gue bilang, lo pun bisa ke sana, asal punya niat dan usaha. Yaa, usaha ngumpulin duit lah, menyisihkan separuh dari gaji tiap bulan, kan lumayan. Lagipula, daripada liburan, aku di sana lebih tepat disebut “menggelandang”, bahasa kerennya “melancong” atau backpacker-an. Bukan liburan yang tinggal di hotel mewah dan pulang-pulang bawa oleh-oleh melimpah. You know? Menggelandang itu lebih mengarah ke “penggembelan”.

29 Maret 2016

Pengalaman Ikut #KampusFiksi

25 Maret 2016 adalah hari yang ditunggu-tunggu sejak beberapa bulan terakhir. Pasalnya hari itu #KF16 akan berlangsung. Dan ya, kita harus menunggu berbulan-bulan (nyaris satu tahun) untuk menanti saat itu. Jadi begini, untuk mau ikut di Kampus Fiksi kamu harus mengirimkan cerpen yang nanti akan diseleksi. Penulis dari cerpen yang terpilih berhak mengikuti Kampus Fiksi, tapi harus menunggu waktu yang ditetapkan. Dulu aku ngirimnya bulan Mei 2015 kalau tidak salah. And I get schedule in Kampus Fiksi just this year, March 2016. It’s a long time to wait for it, guys! Nyaris satu tahun, kan?

Kampus Fiksi diadakan penerbit Diva Press 2 kali dalam setahun. Lalu, kapan lagi diadakan? Just pantau twitter and facebook Diva Press. Teknologi udah canggih, man! Manfaatkan. Aku dulu tahu info #KF ini juga dari twitter dan facebook.