Ini kisah penipuan yg terjadi
pada saya, tepat pada Sabtu malam. Kronologinya begini, tanggal 16 Juli 2016 pukul
20.38 saya mendapat SMS dari sebuah nomor tdk dikenal.
“Ass. Malam, ini Bapak Dr. Waryono, M. Ag (WR III UIN SUKA) dgn adanya
surat Kemenag-REKTOR No. 2 PT MDR/2/16 Hal dgn beasiswa THP 2 B.MANDIRI Rp 4jt.
Ditujukan kepada Yth : Eki Arum Khasanah, penerima dana beasiswa Bank Mandiri
Tahap 2 usul rektor 2016. Harap segera di hub ke Bag Kemenag RI Prof. H.
Handoko (085288963818). Hrp laporkan kode registrasi ini (09898747) supaya
dananya dicairkan. Maaf, bpk cuma bisa sms krn ada acara. Surat sertifikat
beasiswa kemenag bisa ambil hari Senin di ruangan saya.Hubungi sekarang bagian
keuangan, krn sdh ditunggu. Tks.”
Karena saking senangnya saya
langsung bersyukur. Meski sempat bertanya dalam hati, memang ada beasiswa bank
Mandiri tahap 2? Oh mungkin ada, dilihat dari laporan IP yg pernah saya
serahkan pasca saya mendapat beasiswa 2013 lalu, pikir saya saat itu.
Barangkali saya dianggap bisa mempertahankan IP dengan cukup baik sehingga
diberi beasiswa tahap 2.
Tidak berpikir panjang, akhirnya
saya pun SMS nomor Prof. Handoko dan menyampaikan kode registrasi yg sudah
diberikan bapak Waryono (WR III palsu) tadi. Saya memang sudah kenal bapak
Waryono karena beliau dulu dekan fakultas saya dan saya juga pernah mengobrol
langsung dengan beliau.
Setelah itu saya SMS pak Waryono
(palsu), bahwa saya sudah menghubungi Prof. Handoko. Kemudian pak Waryono
mengirimi SMS pada saya,
“Bpk minta, spy proses registrasi bisa via tlp ke Prof. Handoko skrg,
agar proses pencairan dananya malam ini bisa dikelarkan. Hubungi skrg krn sdh
ditunggu itu. Tks.”
Saya
akhirnya menghubungi Prof. Handoko via telefon. Awalnya Handoko pura-pura tidak
tahu nomor saya, ia bertanya ini siapa? Akhirnya saya jelaskan bahwa saya Eki
mahasiswa UIN yang mendapat arahan dari Bapak Waryono untuk menghubungi prof
Handoko karena saya menerima beasiswa tahap 2. Lalu prof Handoko memastikan
nama lengkap saya. Dia pun bisa menyebutkan alamat lengkap rumah saya, dan
tempat tanggal lahir saya. Saya pun semakin percaya bahwa ini benar-benar pihak
kampus, karena mengetahui data-data saya secara lengkap.
Kemudian prof Handoko menjelaskan
secara rinci bahwa beasiswa tahap ini bukan sistem transfer, melainkan sistem
pencairan online. Sehingga harus diselesaikan dengan mencairkan sendiri ke atm.
Akhirnya saya pun disuruh untuk ke atm terdekat. Begitu sampai di atm, saya
dituntun untuk melakukan pencairan online sesuai instruksi yang diberikan prof
Handoko. Ia menyuruh saya menggunakan menu bahasa Inggris karena pencairan
online hanya bisa dilakukan menggunakan menu bahasa Inggris saja. Selanjunya ia
memberi instruksi hingga akhirnya saya disuruh menekan kode pencairannya. Prof
Handoko berkali-kali mewanti-wanti saya untuk berhati-hati saat memasukkan kode
pencairan, jangan sampai salah. Karena jika salah sedikit saja maka
pencairannya akan gagal. Saat itu saya benar-benar dalam keadaan panik. Karena
di pikiran saya, saya sedang berhadapan dengan profesor dan harus benar-benar
jeli dalam melakukan sesuatu, jangan sampai salah sedikit pun dari yang ia
instruksikan. Selesai memasukkan kode pencairan, prof Handoko memberikan arahan
untuk memencet tombol-tombol tertentu yang saya tidak mengerti maksudnya apa.
Saya hanya menurut saja, dan hingga akhirnya keluar struk transaksi. Kemudian
prof Handoko menyuruh saya untuk merobek kertas struk itu dengan alasan jangan
sampai struk itu diketahui orang lain dan disalahgunakan. Karena saya seperti
orang bingung dan hanya bengong, prof Handoko langsung menanyai saya, “Sudah
kamu robek belum nak kertasnya?”. Intinya ia selalu menekan dan mendesak saya
sehingga tidak memberikan kesempatan pada saya untuk berpikir jernih. Saya
langsung sadar dari bengong dan lalu tergopoh-gopoh merobek sedikit dari kertas
itu. Saya tidak merobek semuanya karena benar-benar dalam keadaan panik dan terburu-buru.
Prof Handoko lalu menyuruh saya membuang kertasnya ke tempat sampah. Tapi
karena menurut saya struk itu masih penting jadi saya dengan cepat
memasukkannya ke dalam tas. Intinya biar struk itu tidak ada lagi di tangan
saya kan ya? Jadi yang penting saya udah nggak pegang. Sekalipun struknya tidak
beneran saya buang, namun saya masukkan ke dalam tas. Toh prof Handoko tidak
tahu, pikir saya.
Setelah selesai transaksi, prof
Handoko menjelaskan bahwa proses pencairan itu baru setengah perjalanan. Total
beasiswa 4 juta. 2 juta akan cair di rekening Mandiri saya, dan 2 juta sisanya
dapat cair di rekening lain. Sehingga saya harus mencari rekening lain untuk
pencairan tersebut. Saya kemudian mengatakan, ada rekening BRI, namun tidak ada
ATM-nya.
“Yah, kok tidak ada ATM-nya, nak?
Pencairan ini harus dilakukan sistem online melalui ATM. Apa tidak ada ATM yang
lain?” ucap prof Handoko.
Saya langsung berpikir,
sepertinya bapak saya ada ATM, kalau tidak salah BRI. Saya langsung
mengutarakan pikiran saya pada prof Handoko, bahwa ayah saya punya ATM.
Akhirnya prof Handoko bertanya kira-kira saya bisa ketemu sama bapak berapa
menit lagi? Selalu seperti itu. Profesor palsu itu selalu mendesak dengan
keterbatasan waktu yang ada. “Tolong ya nak, jangan buat prof menunggu terlalu
lama. Kira-kira berapa menit nak untuk sampai rumah untuk ambil ATM?” seperti
itulah taktik dan gaya bicara profesor palsu itu. Sehingga menuntut saya
berpikir cepat dan terburu-buru.
Cepat saya pun melajukan motor ke
rumah. Saya langsung telfon bapak saya yang sedang ada di luar. Akhirnya bapak
pulang. Saya pun menceritakan semua kronologinya dengan tergesa-gesa, sambil
meminta bapak untuk menemani saya ke ATM. Bapak bersedia dan akhirnya kami
melaju menuju ATM BPD, karena ternyata ATM bapak saya BPD. Dalam perjalanan
menaiki motor, bapak sempat ragu dan curiga kalau itu beasiswa betulan. Namun
saya berusaha meyakinkan, karena profesor itu tahu semua data-data saya,
berarti beasiswa itu pasti benar.
Sesampai di ATM, bapak sempat
menanyai saya, “Arep takon satpam sikek ora? (Mau tanya satpam dulu tidak?)”.
Karena saya juga ikut ragu melihat keraguan bapak, akhirnya kami bertanya
kepada satpam yang berjaga di ATM Piyungan malam itu. Saya menanyakan apakah
ada beasiswa dengan sistem pencairan online menggunakan kode pencairan? Satpam
pun menjelaskan bahwa tidak ada sistem pencairan semacam itu. Mendengar
penuturan satpam, saya jadi semakin ragu. Satpam itu kemudian memberi saran
pada saya untuk menanyakan ke pihak kampus atau Bank Mandiri dulu. Tapi untuk
bertanya ke pihak kampus dan bank, berarti harus menunggu hari Senin. Itu
berarti dua hari lagi. Sementara maksimal pencairannya harus malam ini. Namun
karena saya sudah mulai ragu, akhirnya saya berniat mengecek saldo saya dulu.
Barangkali itu memang bukan beasiswa, namun justru penipuan. Begitu saya cek
saldo saya di ATM itu, ternyata tinggal 100 ribu, padahal sebelumnya 900 ribu.
Saat itu saya mulai sadar, bahwa saya benar-benar telah ditipu. Penipuan
berkedok beasiswa. Semua taktik yang digunakan untuk mengelabuhi benar-benar
meyakinkan. Mulai dari cara SMS dan bentuk SMS-nya, mengetahui data-data dengan
lengkap, dan berbicara layaknya pejabat tinggi.
Setelah saya posting kisah
penipuan ini di akun sosmed, ternyata ada teman yang mengatakan bahwa penipuan
itu sudah pernah terjadi beberapa tahun lalu. Meski begitu, ternyata ada pula
penipuan yang baru terjadi akhir-akhir ini. Berikut informasi penipuan yang berhasil saya himpun dari beberapa teman di UIN.
Penipuan pertama, terjadi pada
Iis Eka Wulandari, mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga,
pada 19 Juni 2016. Penipuan berkedok beasiswa lulusan MA-PTAIN Kemenag.
Untungnya korban tidak berhasil ditipu.
Korban selanjutnya adalah saya, Eki
Arum Khasanah, mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga,
pada Sabtu 16 Juli 2016 pukul 20.38 WIB, dengan diawali sebuah SMS yang
mengatasnamakan Bapak Waryono, WR III UIN Sunan Kalijaga. Penipuan berkedok
beasiswa Bank Mandiri tahap 2.
Penipuan masih berlanjut pada
korban bernama Muhamad Syaqim Mahfudz, mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
UIN Sunan Kalijaga, pada 26 Juli 2016, pukul. Penipuan berkedok beasiswa DK
MPR-Kompilasi untuk peserta diskusi MPR GOES TO CAMPUS. Mahasiswa sudah sempat telfon ke orang yang mengaku profesor
Handoko juga, tapi untungnya penipuan gagal.
Ini gambar struk yang sempat saya
robek sedikit. Penipunya adalah orang yang menggunakan Bank BRI atas nama Yudi
Kurniawan dengan nomor rekening 036201028220509. Nomor rekening tersebut sama
persis dengan nomor rekening yang sudah menipu Muhamad Ghiffari hingga kehilangan
41 juta rupiah. Kemungkinan penipuan semacam ini masih dan akan terus
berlanjut. Karena saya rasa penipu sudah memiliki data-data anak UIN Sunan
Kalijaga secara lengkap, termasuk nomor yang bisa dihubungi. Sehingga mohon dengan sangat informasi ini disebarkan, agar seluruh mahasiswa UIN mengetahui penipuan semacam ini, sehingga tidak ada korban selanjutnya.