2 Mei 2016

Pelancongan ke Malaysia

Aku di Kuala Lumpur selama 6 hari. Eits, sebelumnya biar kuperjelas. Aku ke sana bukan sekadar berlibur. Mungkin banyak orang yang mengira, “Gile, kaya banget ni orang liburan ke luar negeri!” atau “Widih, keren liburannya ke luar negeri.”

Pertama, saya tegaskan. Ini bukan hal yang keren atau karena saya punya duit banyak sehingga liburan ke luar negeri. Setiap orang pun bisa, asal punya niat. Masalah uang? Bro, tiket gue cuma 700 ribu pulang pergi. Murah banget, kan? Tiket pesawat ke Sumatera atau Sulawesi aja bisa jadi lebih dari itu. Makanya gue bilang, lo pun bisa ke sana, asal punya niat dan usaha. Yaa, usaha ngumpulin duit lah, menyisihkan separuh dari gaji tiap bulan, kan lumayan. Lagipula, daripada liburan, aku di sana lebih tepat disebut “menggelandang”, bahasa kerennya “melancong” atau backpacker-an. Bukan liburan yang tinggal di hotel mewah dan pulang-pulang bawa oleh-oleh melimpah. You know? Menggelandang itu lebih mengarah ke “penggembelan”.


Yang kedua, saya ke sana dengan niat mengejar pengalaman. Bagiku pengalaman adalah segalanya, lebih dari sekadar membaca buku ataupun ngepoin artikel orang. Dan yang terakhir aku ke sana niat liputan. Jadi, liburan sambil liputan. Kalau liputan bisa tayang di TV nasional kan lumayan, honornya bisa nutup budget :D

Oke. Di Kuala Lumpur tinggal di mana? Awalnya kita niat bener-bener melancong. Nggak tinggal di mana-mana, jadi ya nggelandang gitu, tidur di pinggir-pinggir jalan (ini niat pertama). Tapi begitu aku tanya-tanya ke tetanggaku yang kerja di sana, cukup bahaya kalo nggelandang dan nggak punya tempat tinggal. Apalagi kalau malam hari dan kena polisi, bisa2 dibawa ke kantor imigrasi. Akhirnya kita mikir ulang, di mana kita akan tinggal? Kalau di tempat Ipuk (tetanggaku itu) nggak memungkinkan, karena dia di asrama. Oh, ya, sebelumnya kenalan dulu. Ini kita bertiga, Laskar Pelancong. Dari kiri, Agus Taufik (biasa aku panggil Opik), Eki, dan Sari. Kita bertiga dari komunitas televisi kampus (SUKATV), tepatnya satu program berita, yaitu UIN TODAY.

Gambar diambil saat muka lusuh, habis liputan di Titiwangsa, KL.

Oke, lanjut ke pertanyaan, Eki tinggal di mana? Aku tinggal di rumah Mbak Shofi. Mbak Shofi itu siapa? Saudaranya Mas Samsu Dhuha. Mas Samsu Dhuha itu siapa? Kakak angkatanku di SUKATV, sekarang dia kerja di AdiTV. Kejadiannya bener-bener unpredicted banget. Mungkin ini cara Allah memudahkan langkah kita, benar-benar serasa dimudahkan. Kebetulan sekali waktu aku nemenin Opik bikin paspor di Kantor Imigrasi, kita ketemu sama mas Dhuha. Ternyata dia mau bikin paspor untuk ibunya. “Emang mau ke mana kok bikin paspor, Mas?” tanyaku waktu itu. Katanya, mau berkunjung ke rumah saudaranya di Kuala Lumpur. Mendengar kata Kuala Lumpur, aku langsung excited. Langsung deh aku minta kontaknya dan aku tanyain, “Boleh nggak mas kalau kita numpang di sana? Satu sampai dua hari aja deh.” Padahal aslinya kita 6 hari, tapi kan enggak enak kalau numpang kelamaan yak? Biar deh, numpang satu dua hari aja, tapi misal nanti ditawarin 6 hari sekalian ya Alhamdulillah, hehe :D

Setelah ditanyain, dan keluarga Mbak Shofi mengizinkan, akhirnya tinggallah kita di sana. Benar-benar tidak disangka, kita di sana dianggap seperti keluarga sendiri. Jauh diluar dugaan. Kita yang semula mikir, bisa mendapat tumpangan untuk tidur saja Alhamdulillah banget—at least biar enggak tidur di jalanan dan terjauh dari tangkapan polisi—lah ini? Sudah dikasih tumpangan tidur, dikasih makan, ditemenin jalan-jalan, dianterin, dijemput, waduh... pokoknya di luar ekspektasi kita dah. Terima kasih banget buat Allah SWT, telah memudahkan jalan kita. Dan terima kasih juga untuk Mbak Shofi sekeluarga, sudah menjadi perantara Allah, sebagai malaikat-Nya untuk menolong kita. May God rewards you :) *terharu.

Oke deh, aku akan mulai cerita dari awal persiapan kita. Awalnya aku cuma iseng, karena dapat kiriman foto via WA tentang promo tiket pesawat Air Asia PP, Jogja-Kuala Lumpur cuma 675 ribu. Sebenarnya aku punya target ingin ke luar negeri tahun 2015. Tapi cuma sekadar ingin dan tidak ada usaha untuk mewujudkan. Tahun 2016 ini keinginan itu memuncak dan akhirnya aku berusaha untuk mewujudkannya, pokoknya tahun ini harus jadi ke luar negeri, pikirku saat itu. Begitu lihat foto promo tiket itu aku langsung kepincut. Langsung aku konfirmasi apakah promo itu benar atau tidak. Dan ternyata benar. Tapi yang ada tinggal tiket Solo-KL, seharga 700 ribu.

Aku pun langsung cari orang yang kira-kira mau aku ajak pergi. Kira-kira siapa? Aku harus cari orang yang mau nekat. Karena aku yakin, kalau hanya orang biasa-biasa saja dan tidak punya keberanian untuk nekat, dia pasti ngira ini cuma main-main. Atau kalau tidak, jawabannya pasti ragu-ragu. Aku nggak mau keragu-raguan itu justru menggoyahkan niatku *halah. Akhirnya kupilih teman seperjuanganku di UT (UIN TODAY), Sari. Dia mantan produser UT. Dan aku tahu Sari adalah orang yang berani nekat dan berkemauan keras. So, suitable bangetlah sama aku, haha. Setelah Sari, orang kedua adalah Opik. Karena kupikir lumayan berisiko untuk pelancongan nekat pertama kali (ke luar negeri pula) cuma cewek semua. Minimal ada cowoknya satu lah, hehe (sorry, Pik, koe kanggo genep2 wae :p). Dan akhirnya Opik juga mau, meskipun sempat ragu-ragu awalnya.

Well, setelah beli tiket, mulailah kita mempersiapkan semuanya. Eits, jangan dikira kita beli tiket karena kita punya uang, ya? Yang nggak punya uang ya ngutang dulu. Ngutang gakpapa, asal tetap disahur, kan? Haha. Itulah namanya usaha. Harus berani ambil keputusan saat itu juga. Soalnya kalau tiket nggak segera dibeli, nanti keburu habis. Kita saja sudah kehabisan tiket dari Jogja-KL. Jadi kita terpaksa ambil tiket yang dari Solo-KL.

Daaan, bagaimana perjalanan kita di KL? Let’s check next article :)
http://ekiparadisi.blogspot.co.id/2016/05/penginapan-terlarang-di-bandara-solo.html 

2 komentar: