Pertemuan? Itu artinya harus siap juga
dengan perpisahan. Kau bertemu dengan teman SMA-mu, pasti ada kalanya kau akan
berpisah untuk melanjutkan karir masing-masing. Kau bekerja di sebuah
perusahaan, bertemu dengan teman-teman sejawat, pasti ada kalanya berpisah
ketika kau memutuskan untuk keluar dari pekerjaan itu. Pertemuan dengan keluarga?
Ayah, ibu, anak, suami, istri, adik, kakak? Ada kalanya akan berpisah? Pasti.
Entah mereka, atau kau duluan yang akan melayangkan kaki hingga terpisah dari
bumi. Jadi, seperti itulah pertemuan. Ada baiknya menghargai pertemuan yang nantinya
menjadi bibit sebuah perpisahan. Dan aku, menghargai pertemuanku denganmu...
*uhuk.
Oke, jujur saja sebenarnya aku bingung
siapa yang akan diceritakan dalam naskah ini. Tak satu pun, orang yang kini kuanggap
spesial hingga harus kudeskripsikan kisahnya dalam rangkaian frase. Untuk saat
ini. Aku sudah lelah. Lelah dengan permainan dunia yang terkadang melambungkan
dan terkadang menjatuhkan. Terkadang membuat bahagia dan terkadang membuat
nelangsa. Ada baiknya kunikmati saja dengan rata-rata, melihat segala gejolak
kehidupan dari kacamata manusia biasa. Dan, baiklah, untuk memenuhi challenge dari Kampus Fiksi ini... aku akan
mendeskripsikanmu. Menggelar cerita yang pernah ada di antara kita. Kau,
seseorang yang bertahun-tahun mendekam, hingga tak pernah terbayang di otakku untuk
memudarkan namamu.
Ini cerita anak muda. Kisah putih abu-abu
seorang gadis remaja di tingkat pertama. Aku melihatmu, dan namamu. Sekilas. Kurasa
aku harus berterimakasih pada panitia OSPEK yang sudah menyuruh kita membuat
papan nama, sehingga aku bisa mengetahui namamu ketika kau lewat di depan
kelasku. Ya, kita tidak sekelas, bukan? Tapi hei, aku tidak tahu apa yang sedang
direncanakan Tuhan sehingga Ia sudi mempertemukanku denganmu di tingkat kedua
SMA. Aku tidak menyangka kita bisa sekelas saat itu. Meski aku tak memiliki
perasaan apapun padamu, selain sedikit rasa kagum atas karya Tuhan yang terlukis
pada parasmu. Dan ya, aku sekadar mengenalmu sebagai sosok yang banyak dikagumi
dan diketahui. Terlebih jabatanmu saat itu yang terpilih menjadi komandan
pleton inti dan ketua OSIS. Kurasa seantero sekolah dari mulai adik kelas hingga
tukang sapu sekolah pun tahu dirimu. Dan, oke... terpaksa aku harus semakin
kagum padamu. Terlebih ketika kau sebagai sosok pemimpin yang mempunyai tanggung
jawab besar, sering kali kulihat raut lelah di wajahmu saat pelajaran
berlangsung. Mungkin kau sedang memikirkan kemajuan anggotamu? Namun di sisi
lain, kau bisa juga bertingkah konyol dan heboh bersama anak-anak lelaki lainnya
saat di kelas. Ketika jam kosong. Ya, kau memang pandai menempatkan diri.
Aku tak pernah berpikiran untuk mendekatimu,
atau menjadi seseorang spesial di hatimu. Hingga suatu ketika kejadian itu
tiba. Persoalan “handycame” yang ternyata menjadi sarana pendekat antara kau
dan aku. Aku tahu, saat itu kau—yang tidak hanya menjabat ketua OSIS, melainkan
juga ketua kelas—tengah berusaha bertanggungjawab atas kerusakan kameraku yang dipakai
anak-anak sekelas untuk membuat tugas berupa film. Bolak-balik kau bersama satu
temanmu mengantarku ke tempat reparasi handycame. Hingga tak sadar, hubungan
kita semakin dekat kala itu. Seperti halnya pecandu kopi yang tak mau terlepas
dari cangkirnya di malam hari, atau gamer yang tak bisa pisah dari komputer
kesayangannya, kau... mulai menjadi candu. Dan aku... mulai terbuai nyaman
denganmu. Terlebih komunikasi via dunia maya yang kapan saja bisa terjadi, semakin
merekatkan kita. Kita mulai mendalami karakter satu sama lain, mulai tahu
kebiasaan sehari-hari, mulai mengenal nama-nama orang terdekat, mulai mengerti
sejarah apa saja yang pernah dialami, mulai paham siapa saja orang yang pernah
ada dalam cerita kita, hingga begitu berpisah denganmu di awal kelas tiga, aku
mulai menyadari perasaan aneh.
Kita sudah tidak satu ruang lagi. Orang
bijak berkata, perasaan mendalam akan terasa ketika kau sudah tidak bersamanya lagi,
maka kau bisa menyebut perasaan itu sebagai... rindu. Bolehkah aku sedikit
lebay untuk menyebut ungkapan itu sebagai wakil dari perasaanku? Ya, aku rindu.
Dan kurasa kau juga merasakan hal yang sama. Meski satu dua kali kita masih
bertemu di koridor kelas, atau di musala sekolah, lalu kita saling tatap
sekilas dengan tatapan ragu bercampur malu, seakan ada pesan yang tak
tersampaikan. Hingga pada suatu kesempatan, kita bertemu di taman sekolah.
Pertemuan yang disengaja. Kau menemuiku yang sudah lebih dulu duduk di kursi
taman sambil menghadap laptop. Aku menatapmu sekilas, menangkap raut bahagia di
sana. Begitu juga denganku. Aku sadar, senyumku dan senyummu masih terkontrol dengan
baik. Kau mengawali pembicaraan dengan candaan ringan yang menyenangkan. Hingga
beberapa detik kemudian, wajahmu mulai serius. Antara gugup dan takut. Kau
mulai mengeluarkan kata-kata, tanpa menatapku sedikitpun. Wajahmu sedikit
tertunduk. Hingga akhirnya keluarlah kata-kata yang begitu aku harapkan.
Ungkapan perasaanmu padaku.
Kau tahu apa yang kurasakan saat itu? Jika
ada trampolin di sana, mungkin aku sudah meloncat di trampolin itu hingga melebihi
tinggi gedung sekolah. Oke, ini lebay. Aku tidak bisa menggambarkan seberapa
bahagianya aku kala itu. Perasaan yang terpendam beberapa bulan akhirnya
terjawab juga. Kau tahu apa yang terjadi padaku setelah itu? Aku menangis, di
tempat wudhlu musala. Dramatis? Memang. Hei, usiaku masih 17. Mungkin kejadian
akan berbeda ketika usiaku 25 tahun, aku tidak akan lagi menangis, melainkan
langsung menanyaimu, “Jadi, kapan kita akan menikah?”
Dan ya, begitulah. Kau tahu? Kau orang pertama.
Satu-satunya yang mengungkapkan perasaan seperti itu padaku. Mungkin aku pernah
mendapati orang lain sebelumnya, namun... aku tidak menaruh hati. Sehingga,
kaulah yang pertama, di mana kau dan aku memiliki rasa yang sama. Jadi, kini,
biarkan aku memajang namamu dalam museum kebahagiaanku. Aku akan mengingatnya
sambil meneguk secangkir susu hangat di pagi hari. Meski kini kau sudah bersama
hati lain. :)
Pare, Kediri, 22 Januari 2017.
0.00
Pare, Kediri, 22 Januari 2017.
0.00
Numpang baca ya neng :)
BalasHapusHaha, ya monggo saja.. tujuan dipost utk dibaca :D
Hapus