Aku di Kuala Lumpur selama 6 hari. Eits, sebelumnya biar
kuperjelas. Aku ke sana bukan sekadar berlibur. Mungkin banyak orang yang mengira,
“Gile, kaya banget ni orang liburan ke luar negeri!” atau “Widih, keren liburannya ke
luar negeri.”
Pertama, saya tegaskan. Ini bukan hal yang keren atau karena
saya punya duit banyak sehingga liburan ke luar negeri. Setiap orang pun bisa,
asal punya niat. Masalah uang? Bro, tiket gue cuma 700 ribu pulang pergi. Murah
banget, kan? Tiket pesawat ke Sumatera atau Sulawesi aja bisa jadi lebih dari
itu. Makanya gue bilang, lo pun bisa ke sana, asal punya niat dan usaha. Yaa,
usaha ngumpulin duit lah, menyisihkan separuh dari gaji tiap bulan, kan
lumayan. Lagipula, daripada liburan, aku di sana lebih tepat disebut “menggelandang”,
bahasa kerennya “melancong” atau backpacker-an. Bukan liburan yang tinggal di
hotel mewah dan pulang-pulang bawa oleh-oleh melimpah. You know? Menggelandang itu lebih mengarah ke “penggembelan”.
Yang kedua, saya ke sana dengan niat mengejar pengalaman.
Bagiku pengalaman adalah segalanya, lebih dari sekadar membaca buku ataupun
ngepoin artikel orang. Dan yang terakhir aku ke sana niat liputan. Jadi,
liburan sambil liputan. Kalau liputan bisa tayang di TV nasional kan lumayan,
honornya bisa nutup budget :D
Oke. Di Kuala Lumpur tinggal di mana? Awalnya kita niat
bener-bener melancong. Nggak tinggal di mana-mana, jadi ya nggelandang gitu,
tidur di pinggir-pinggir jalan (ini niat pertama). Tapi begitu aku tanya-tanya
ke tetanggaku yang kerja di sana, cukup bahaya kalo nggelandang dan nggak punya
tempat tinggal. Apalagi kalau malam hari dan kena polisi, bisa2 dibawa ke
kantor imigrasi. Akhirnya kita mikir ulang, di mana kita akan tinggal? Kalau di
tempat Ipuk (tetanggaku itu) nggak memungkinkan, karena dia di asrama. Oh, ya,
sebelumnya kenalan dulu. Ini kita bertiga, Laskar Pelancong. Dari kiri, Agus
Taufik (biasa aku panggil Opik), Eki, dan Sari. Kita bertiga dari komunitas
televisi kampus (SUKATV), tepatnya satu program berita, yaitu UIN TODAY.
Gambar diambil saat muka lusuh, habis liputan di Titiwangsa, KL.
Oke, lanjut ke pertanyaan, Eki tinggal di mana? Aku tinggal
di rumah Mbak Shofi. Mbak Shofi itu siapa? Saudaranya Mas Samsu Dhuha. Mas
Samsu Dhuha itu siapa? Kakak angkatanku di SUKATV, sekarang dia kerja di AdiTV.
Kejadiannya bener-bener unpredicted
banget. Mungkin ini cara Allah memudahkan langkah kita, benar-benar serasa
dimudahkan. Kebetulan sekali waktu aku nemenin Opik bikin paspor di Kantor Imigrasi,
kita ketemu sama mas Dhuha. Ternyata dia mau bikin paspor untuk ibunya. “Emang
mau ke mana kok bikin paspor, Mas?” tanyaku waktu itu. Katanya, mau berkunjung
ke rumah saudaranya di Kuala Lumpur. Mendengar kata Kuala Lumpur, aku langsung excited. Langsung deh aku minta
kontaknya dan aku tanyain, “Boleh nggak mas kalau kita numpang di sana? Satu
sampai dua hari aja deh.” Padahal aslinya kita 6 hari, tapi kan enggak enak
kalau numpang kelamaan yak? Biar deh, numpang satu dua hari aja, tapi misal
nanti ditawarin 6 hari sekalian ya Alhamdulillah, hehe :D
Setelah ditanyain, dan keluarga Mbak Shofi mengizinkan,
akhirnya tinggallah kita di sana. Benar-benar tidak disangka, kita di sana
dianggap seperti keluarga sendiri. Jauh diluar dugaan. Kita yang semula mikir,
bisa mendapat tumpangan untuk tidur saja Alhamdulillah banget—at least biar enggak tidur di jalanan
dan terjauh dari tangkapan polisi—lah ini? Sudah dikasih tumpangan tidur,
dikasih makan, ditemenin jalan-jalan, dianterin, dijemput, waduh... pokoknya di
luar ekspektasi kita dah. Terima kasih banget buat Allah SWT, telah memudahkan
jalan kita. Dan terima kasih juga untuk Mbak Shofi sekeluarga, sudah menjadi
perantara Allah, sebagai malaikat-Nya untuk menolong kita. May God rewards you :) *terharu.
Oke deh, aku akan mulai cerita dari awal persiapan kita.
Awalnya aku cuma iseng, karena dapat kiriman foto via WA tentang promo tiket
pesawat Air Asia PP, Jogja-Kuala Lumpur cuma 675 ribu. Sebenarnya aku punya
target ingin ke luar negeri tahun 2015. Tapi cuma sekadar ingin dan tidak ada
usaha untuk mewujudkan. Tahun 2016 ini keinginan itu memuncak dan akhirnya aku
berusaha untuk mewujudkannya, pokoknya tahun ini harus jadi ke luar negeri,
pikirku saat itu. Begitu lihat foto promo tiket itu aku langsung kepincut.
Langsung aku konfirmasi apakah promo itu benar atau tidak. Dan ternyata benar.
Tapi yang ada tinggal tiket Solo-KL, seharga 700 ribu.
Aku pun langsung cari orang yang kira-kira mau aku ajak
pergi. Kira-kira siapa? Aku harus cari orang yang mau nekat. Karena aku yakin,
kalau hanya orang biasa-biasa saja dan tidak punya keberanian untuk nekat, dia
pasti ngira ini cuma main-main. Atau kalau tidak, jawabannya pasti ragu-ragu. Aku
nggak mau keragu-raguan itu justru menggoyahkan niatku *halah. Akhirnya kupilih
teman seperjuanganku di UT (UIN TODAY), Sari. Dia mantan produser UT. Dan aku
tahu Sari adalah orang yang berani nekat dan berkemauan keras. So, suitable bangetlah sama aku, haha. Setelah
Sari, orang kedua adalah Opik. Karena kupikir lumayan berisiko untuk
pelancongan nekat pertama kali (ke luar negeri pula) cuma cewek semua. Minimal
ada cowoknya satu lah, hehe (sorry, Pik, koe kanggo genep2 wae :p). Dan
akhirnya Opik juga mau, meskipun sempat ragu-ragu awalnya.
Well, setelah beli tiket, mulailah kita mempersiapkan
semuanya. Eits, jangan dikira kita beli tiket karena kita punya uang, ya? Yang
nggak punya uang ya ngutang dulu. Ngutang gakpapa, asal tetap disahur, kan? Haha.
Itulah namanya usaha. Harus berani ambil keputusan saat itu juga. Soalnya kalau
tiket nggak segera dibeli, nanti keburu habis. Kita saja sudah kehabisan tiket
dari Jogja-KL. Jadi kita terpaksa ambil tiket yang dari Solo-KL.
Daaan, bagaimana perjalanan kita di KL? Let’s check next article :)
http://ekiparadisi.blogspot.co.id/2016/05/penginapan-terlarang-di-bandara-solo.html
http://ekiparadisi.blogspot.co.id/2016/05/penginapan-terlarang-di-bandara-solo.html
Sudah saya baca tuntas. Good.
BalasHapusThank you, sdh meluangkan waktu utk membaca :)
Hapus