10 September 2015

Perjuangan Yang Tak Sia-Sia

Sebelumnya aku tak pernah menyangka akan ada di sini. Ternyata ada saja jalan Allah untuk mengabulkan mimpi-mimpi hamba-Nya.
Awalnya aku sedikit pesimis. Banyak orang yang bertanya, “Kamu jadi magang di Jakarta? Terus kuliahmu gimana?”
Ya, aku memang masih meninggalkan satu mata kuliah di semester 7, yaitu Produksi Acara TV 2. Sebenarnya kalau saja aku sudah mengambilnya di semester 5, aku pasti bisa bebas magang di Jakarta tanpa harus memikirkan mata kuliah. Tapi apalah dikata, takdir memang sudah menggariskanku seperti ini. Aku dulu belum mengambilnya karena memang tidak tahu taktik ini. Tapi ketika itu, aku yakin saja. Kalaupun memang Allah mengizinkanku magang di Jakarta seperti yang kuinginkan, pasti akan ada jalan. Tapi jika memang Allah tidak mengizinkan, pasti akan ada saja halangan yang menutup jalanku. Itu keyakinanku saat itu. Dan kini... aku mengerti semuanya.
Beberapa bulan yang lalu, sekitar bulan Mei atau Juni, aku mengirim proposal ke NET TV melalui produser NET10 yang sudah kukenal. Kata Mas Vandi, kakak kelasku di KPI sekaligus mantan ketua SUKATV, harus dipantau terus. Harus sering-sering ditanyain kabar proposalnya. Untuk itu, aku pun sering menanyakannya pada Mas Adrian, produser NET10 saat itu, tapi sekarang jadi produser NET CJ. Awalnya sering banget WA ku nggak dibales, tapi aku selalu positif thinking. Mungkin memang sibuk. Orang TV kan pasti sibuk banget. Akhirnya aku tunggu. Di bulan Agustus, saat aku KKN, aku mulai semakin intensif menanyakan kabar proposal itu. Hampir seminggu sekali aku tanya. Mengingat bulan September udah masuk semester 7, dan waktunya magang, sementara sampai saat itu aku belum dapat jawaban. Akhirnya Mas Adrian balas WA ku dengan mengatakan, “Nanti biar dihubungi HRD ya.”
Oke, jawabku pada diri sendiri. Akhirnya aku menunggu kabar dari HRD. Di tengah-tengah kesibukanku KKN. Tiba-tiba pada tanggal 25 Agustus aku mendapat email dari HRD, undangan untuk tes calon karyawan magang. Aaah, rasanya saat itu pengen meloncat tinggi! Padahal di tanggal 24 aku sempat patah hati karena seseorang, ternyata dengan cepat Allah menggantinya dengan kebahagiaan yang lain. Aaah, saat itu rasanya... thankfull banget! Bener-bener pengen ngecup Allah dah *eh salah ya :p
Tapi ada satu masalah yang benar-benar mengganjal saat itu. Yakni tes diadakan tanggal 27 Agustus, sedangkan aku selesai KKN baru tanggal 31 Agustus, dan tanggal 28 ujian di lokasi KKN dengan Dosen Pembimbing Lapangan (DPL). Sebenarnya bisa saja sih, izin sehari. Tapii, itu berarti harus bolak balik Jakarta-Jogja dalam satu hari? Ya, ampun... tiket kereta kan nggak cuma seribu lima ribu kayak beli mendoan? Ratusan coy! Dan pasti ribet banget, karena ngurus tiket yang dadakan. Hanya tinggal 2 hari persiapan kan? Yang benar saja! Iya kalau dapat yang murah, lah kalau udah habis? Berabe kan?
Akhirnya, aku minta keringanan sama Mas Adrian untuk diundur tesnya. Setidaknya selesai KKN. Kata Mas Adrian, aku suruh menghubungi HRD, namanya Bayu. Aku pun WA HRD, ternyata cuma diread doang. Aku telfon beberapa kali, nggak diangkat. Aku jadi bingung. Akhirnya kuhubungi Mas Adrian lagi, dan setelah beberapa jam menanti balasan, di tengah-tengah pusingnya memikirkan proker KKN, akhirnya dia bilang boleh ikut tes susulan setelah KKN. Rasanya... lega ya Allah. Tapi ternyata, perjuangan belum berakhir.
Mendadak ada kabar dari radio kalau disuruh mengumpul jadwal kosong untuk siaran bulan September. Sekejap aku langsung kaku. Aku masih ada tanggungan siaran dan belum izin. Akhirnya secepatnya aku mengabari Program Director (PD) di radio agar aku bisa izin cuti. Kata PD, disuruh menghubungi mbak Maya, admin kantor. Segera aku pun menghubungi mbak Maya. Ternyata kata Mbak Maya, aku harus mencari surat keterangan dari kampus dulu kalau mau magang. Tanpa pikir panjang, hari itu juga aku langsung terbang dari lokasi KKN ke fakultas untuk mengurus surat.
Di fakultas ternyata... masyaallah... rasanya ingin menangis saja. Sudah badan letih perjalanan Kulon Progo-Jogja, ternyata perjalananku bukannya dipermudah, namun justru diputar-putar oleh orang-orang fakultas. Disuruh ke TU, TU menyuruh ke kajur, kajur menyuruh ke dosen, dosen menyuruh ke TU, TU menyuruh ke kajur lagi daaan seterusnya. Siang itu, hati ini rasanya benar-benar hanya bisa bersabar. Meski sebenarnya memendam amarah yang begitu pekat. Ingin marah, tapi tidak bisa. Akhirnya, semua hanya bisa berujung pada air mata. Aku terduduk lemas di kursi jurusan, hingga tiba-tiba siang itu ada telfon masuk dari radio. Aku disuruh berangkat ke radio, karena ada miss komunikasi katanya. Aku pun meluncur ke radio di tengah-tengah lelahnya fisik dan hati.
Setiba di sana, mbak Maya mengatakan kalau sebenarnya aku tidak boleh izin cuti karena belum genap 1 tahun menjadi karyawan. Tapi aku menyanggah dengan alasan ada yang mengatakan kalau boleh izin cuti untuk KKN atau kepentingan kuliah, tanpa ada embel-embel 1 tahun kerja. Jadi setauku aku bisa mendapat cuti itu. Akhirnya untuk menyelesaikan masalah aku disuruh menghadap station manager. Dengan sedikit gugup dan kelelahan yang sudah memuncak, aku pun menemui manager radioku. Beliau menyambutku dengan senyum sambil bertanya, “Kok lemes banget?” Aku hanya bisa menjawab dengan senyum lemah. Setelah mempersilakan duduk, beliau pun berkata, “Sebenarnya pada dasarnya radio tidak menghalangi kalau untuk kepentingan kuliah, namun itu bukan berarti saya mengizinkan lho ya. Coba dek Eki besok lengkapi dulu surat-suratnya untuk bukti cuti. Kalau bisa secepatnya. Nanti keputusannya saya kabari lagi.”
Dengan berat hati akhirnya aku mengangguk dan pulang dengan tatapan kosong. Ya Allah... begini sulit kah perjalananku? Apakah ini pertanda Kau tidak mengizinkanku untuk magang di tanah rantau? Memikirkan hal itu, hati ini hanya bisa terdiam kecut. Semoga Engkau mudahkan ya Allah... semoga Engkau lancarkan...
Hari selanjutnya ku urus lagi surat menyurat ke fakultas. Kali ini hatiku lebih kuat. Aku pasrahkan semuanya pada Dia Yang Maha Menghendaki. Setelah surat dan berkas selesai, setelah urusan radio kelar, tinggal menunggu jawaban, aku pulang ke rumah. Di rumah aku merenung, dan menceritakan semua yang terjadi pada ibuku. Ibu hanya bisa menjawab, “Kalau itu udah jadi keputusanmu nok, jalani saja. Kalaupun harus memilih, pilihlah tawaran magang itu. Sekalipun kau harus keluar dari radio. Kan udah jadi impianmu dari dulu to terjun di dunia TV? Jangan takut kehilangan pekerjaan. Besok kalau mau kerja, bantu kerja di PAUD ibuk aja, bayarane malah lebih mahal.”
Ucapan ibu saat itu sekilas membuatku tertawa, sekaligus semakin menguatkanku untuk lebih mantap melangkah. Akhirnya kubulatkan tekad untuk tetap memilih tawaran itu, bismillah... semoga Allah meridhloi. Hingga aku pulang ke posko KKN untuk melakukan presentasi KKN dengan DPL, ternyata perjuangan menuju NET TV belum berhenti sampai di situ.
Malam harinya aku dikabari, kalau ternyata dosen pengampu mata kuliahku Produksi Acara TV 2 tidak bisa memberiku keringanan. Beliau memang tipe dosen yang taat pada aturan, dan baru pertama kali ini mengajar makul PATV2. Jadi mungkin belum ada kepikiran untuk membolehkan absensi diganti dengan tugas. Jadi mahasiswa tetap diharuskan berangkat menghadiri perkuliahan jika menginginkan presensi itu. Beliau justru memberi saran, mending dikorbankan salah satu. Kalau tidak melepas tawaran dari NET, ya berarti harus mengulang mata kuliah di tahun depan. Tinggal mau pilih yang mana? Kalau mau diambil dua-duanya, risikonya adalah harus berani keluar uang banyak untuk pulang pergi Jakarta-Jogja seminggu sekali untuk menghadiri kuliah. Itu berarti aku akan sangat memberatkan orangtuaku. Dan aku nggak mau itu terjadi! Tapi harus gimana lagi? Lagi-lagi aku merasa tersudutkan. Ujian apalagi dari-Mu ini ya Allah. Apakah Engkau benar-benar tidak mengizinkanku untuk magang di Jakarta, kota nan padat itu? Apakah aku tidak pantas berada di sana?
Namun, di antara kegundahanku saat itu, di dapur Bapak tiba-tiba berkata dengan nada rendah, “Kalau emang udah mantap, dan itu satu-satunya jalan terbaik, yowis tempuh wae. Urusan duit rasah dipikir abot-abot. Selama sekiranya Bapak masih sanggup, ya jalani saja.” ucap Bapak sambil duduk menghadapku.
Mendengar kalimat itu, rasanya hati ini ingin runtuh. Ya Allah, perkataan orangtuaku. Betapa mereka benar-benar mendukungku, menyupportku saat aku benar-benar ada dalam keadaan sulit. Memberikan jalan keluar yang selalu menenangkan hati. Betapa mereka menjadi air penyejuk di tengah gersangnya kemarau. Terima kasih ya Tuhan... terima kasih atas anugerah-Mu yang begitu besar. Kau hadirkan orangtua yang begitu mendukung keputusan anaknya.
Hingga akhirnya aku mengikuti saran Bapak dan Ibu. Akan kujalani semua ini. Akan kutempuh segala risiko yang ada. Aku yakin Allah pasti akan membantuku. Dan benar saja, tidak lama setelah hari itu aku berbincang-bincang dengan mas Vandi. Mas Vandi memberiku saran untuk ganti dosen lain. “Apa bisa?” tanyaku. “Ya dicoba dulu.” kata Mas Vandi.
Akhirnya kuturuti saran Mas Vandi. Aku mencoba melobi dosen lain untuk memberi keringanan absensi kuliah. Setelah melalui perbincangan yang panjang dengan dosen itu lewat WA, beliau mengatakan bisa memberikan keringanan dengan mengganti tugas pada pertemuan pertama hingga menjelang UTS. Aku pun sangat bersyukur saat itu. Sekarang tinggal mengurus apakah bisa ganti kelas atau tidak. Setelah melalui berpuluh-puluh pertanyaan pada kajur, kasubag akademik, Mas Idan, dan dosen PATV2 ku yang asli, akhirnya terjadilah keputusan. Antara aku, dosenku, dan temanku. Jadi aku akan bertukar jadwal dengan salah satu temanku, yang alhamdulillah sekali (atas bantuan Allah) kebetulan ada yang mau tukar kelas denganku. Jadi nanti nilai akhir dan absensiku yang akan ditukar dengannya di akhir semester, mengingat sistem akademik sudah tidak bisa mengubah jadwal.
Akhirnya, mantaplah keputusanku untuk berangkat ke Jakarta pada hari Selasa, 1 September 2015. Kabar terbaru dari radio, ternyata aku diizinkan. Lengkap sudah semuanya. Niat untuk merantau selama 2 bulan di Jakarta semakin matang. Persiapan barang-barang, surat, baju hitam, semua lengkap! Siang itu, Selasa 1 September, Bapak mengantarku ke Stasiun Lempuyangan. Setelah di rumah kukecup tangan ibu, dan kini tangan Bapak, lengkap sudah semua keharuanku. Kuucapkan salam perpisahan, dengan niat bismillah... aku ingin merantau mencari ilmu. Bapak, Ibu, doakan anakmu...

Hingga hari ini. Hari ketiga aku menginjakkan kaki di tanah Ibu Kota. Dan menjadi hari pertama aku masuk masa magang. Kini aku bisa berdiri di sini, berdua... bersama Gedung The East. Kantor NET TV. Syukron wal hamdulillah. Terima kasih atas segala nikmat-Mu ya Allah. Perjuangan ini terbayar sudah...




Jakarta, 5 September 2015.

1 komentar:

  1. alhamdulillah.. akhirnya perjuangan smpean ga sia-sia mbak.. berkat kedua orangtua yang mendukung. beruntungnya sekali mbak.e hhhee

    BalasHapus