Sebelumnya aku tak pernah
menyangka akan ada di sini. Ternyata ada saja jalan Allah untuk mengabulkan
mimpi-mimpi hamba-Nya.
Awalnya aku sedikit pesimis.
Banyak orang yang bertanya, “Kamu jadi magang di Jakarta? Terus kuliahmu
gimana?”
Ya, aku memang masih meninggalkan
satu mata kuliah di semester 7, yaitu Produksi Acara TV 2. Sebenarnya kalau
saja aku sudah mengambilnya di semester 5, aku pasti bisa bebas magang di
Jakarta tanpa harus memikirkan mata kuliah. Tapi apalah dikata, takdir memang
sudah menggariskanku seperti ini. Aku dulu belum mengambilnya karena memang
tidak tahu taktik ini. Tapi ketika itu, aku yakin saja. Kalaupun memang Allah
mengizinkanku magang di Jakarta seperti yang kuinginkan, pasti akan ada jalan.
Tapi jika memang Allah tidak mengizinkan, pasti akan ada saja halangan yang
menutup jalanku. Itu keyakinanku saat itu. Dan kini... aku mengerti semuanya.
Beberapa bulan yang lalu, sekitar
bulan Mei atau Juni, aku mengirim proposal ke NET TV melalui produser NET10
yang sudah kukenal. Kata Mas Vandi, kakak kelasku di KPI sekaligus mantan ketua
SUKATV, harus dipantau terus. Harus sering-sering ditanyain kabar proposalnya.
Untuk itu, aku pun sering menanyakannya pada Mas Adrian, produser NET10 saat
itu, tapi sekarang jadi produser NET CJ. Awalnya sering banget WA ku nggak
dibales, tapi aku selalu positif thinking.
Mungkin memang sibuk. Orang TV kan pasti sibuk banget. Akhirnya aku tunggu. Di
bulan Agustus, saat aku KKN, aku mulai semakin intensif menanyakan kabar
proposal itu. Hampir seminggu sekali aku tanya. Mengingat bulan September udah
masuk semester 7, dan waktunya magang, sementara sampai saat itu aku belum
dapat jawaban. Akhirnya Mas Adrian balas WA ku dengan mengatakan, “Nanti biar
dihubungi HRD ya.”
Oke, jawabku pada diri sendiri.
Akhirnya aku menunggu kabar dari HRD. Di tengah-tengah kesibukanku KKN. Tiba-tiba
pada tanggal 25 Agustus aku mendapat email dari HRD, undangan untuk tes calon
karyawan magang. Aaah, rasanya saat itu pengen meloncat tinggi! Padahal di
tanggal 24 aku sempat patah hati karena seseorang, ternyata dengan cepat Allah
menggantinya dengan kebahagiaan yang lain. Aaah, saat itu rasanya... thankfull banget! Bener-bener pengen
ngecup Allah dah *eh salah ya :p
Tapi ada satu masalah yang
benar-benar mengganjal saat itu. Yakni tes diadakan tanggal 27 Agustus,
sedangkan aku selesai KKN baru tanggal 31 Agustus, dan tanggal 28 ujian di
lokasi KKN dengan Dosen Pembimbing Lapangan (DPL). Sebenarnya bisa saja sih,
izin sehari. Tapii, itu berarti harus bolak balik Jakarta-Jogja dalam satu hari?
Ya, ampun... tiket kereta kan nggak cuma seribu lima ribu kayak beli mendoan?
Ratusan coy! Dan pasti ribet banget, karena ngurus tiket yang dadakan. Hanya
tinggal 2 hari persiapan kan? Yang benar saja! Iya kalau dapat yang murah, lah
kalau udah habis? Berabe kan?
Akhirnya, aku minta keringanan
sama Mas Adrian untuk diundur tesnya. Setidaknya selesai KKN. Kata Mas Adrian,
aku suruh menghubungi HRD, namanya Bayu. Aku pun WA HRD, ternyata cuma diread
doang. Aku telfon beberapa kali, nggak diangkat. Aku jadi bingung. Akhirnya
kuhubungi Mas Adrian lagi, dan setelah beberapa jam menanti balasan, di
tengah-tengah pusingnya memikirkan proker KKN, akhirnya dia bilang boleh ikut
tes susulan setelah KKN. Rasanya... lega ya Allah. Tapi ternyata, perjuangan
belum berakhir.
Mendadak ada kabar dari radio
kalau disuruh mengumpul jadwal kosong untuk siaran bulan September. Sekejap aku
langsung kaku. Aku masih ada tanggungan siaran dan belum izin. Akhirnya
secepatnya aku mengabari Program Director (PD) di radio agar aku bisa izin cuti.
Kata PD, disuruh menghubungi mbak Maya, admin kantor. Segera aku pun
menghubungi mbak Maya. Ternyata kata Mbak Maya, aku harus mencari surat
keterangan dari kampus dulu kalau mau magang. Tanpa pikir panjang, hari itu
juga aku langsung terbang dari lokasi KKN ke fakultas untuk mengurus surat.
Di fakultas ternyata...
masyaallah... rasanya ingin menangis saja. Sudah badan letih perjalanan Kulon
Progo-Jogja, ternyata perjalananku bukannya dipermudah, namun justru
diputar-putar oleh orang-orang fakultas. Disuruh ke TU, TU menyuruh ke kajur,
kajur menyuruh ke dosen, dosen menyuruh ke TU, TU menyuruh ke kajur lagi daaan
seterusnya. Siang itu, hati ini rasanya benar-benar hanya bisa bersabar. Meski
sebenarnya memendam amarah yang begitu pekat. Ingin marah, tapi tidak bisa. Akhirnya,
semua hanya bisa berujung pada air mata. Aku terduduk lemas di kursi jurusan, hingga
tiba-tiba siang itu ada telfon masuk dari radio. Aku disuruh berangkat ke
radio, karena ada miss komunikasi
katanya. Aku pun meluncur ke radio di tengah-tengah lelahnya fisik dan hati.
Setiba di sana, mbak Maya mengatakan
kalau sebenarnya aku tidak boleh izin cuti karena belum genap 1 tahun menjadi karyawan.
Tapi aku menyanggah dengan alasan ada yang mengatakan kalau boleh izin cuti
untuk KKN atau kepentingan kuliah, tanpa ada embel-embel 1 tahun kerja. Jadi
setauku aku bisa mendapat cuti itu. Akhirnya untuk menyelesaikan masalah aku
disuruh menghadap station manager. Dengan sedikit gugup dan kelelahan yang
sudah memuncak, aku pun menemui manager radioku. Beliau menyambutku dengan
senyum sambil bertanya, “Kok lemes banget?” Aku hanya bisa menjawab dengan
senyum lemah. Setelah mempersilakan duduk, beliau pun berkata, “Sebenarnya pada
dasarnya radio tidak menghalangi kalau untuk kepentingan kuliah, namun itu
bukan berarti saya mengizinkan lho ya. Coba dek Eki besok lengkapi dulu
surat-suratnya untuk bukti cuti. Kalau bisa secepatnya. Nanti keputusannya saya
kabari lagi.”
Dengan berat hati akhirnya aku
mengangguk dan pulang dengan tatapan kosong. Ya Allah... begini sulit kah
perjalananku? Apakah ini pertanda Kau tidak mengizinkanku untuk magang di tanah
rantau? Memikirkan hal itu, hati ini hanya bisa terdiam kecut. Semoga Engkau
mudahkan ya Allah... semoga Engkau lancarkan...
Hari selanjutnya ku urus lagi
surat menyurat ke fakultas. Kali ini hatiku lebih kuat. Aku pasrahkan semuanya
pada Dia Yang Maha Menghendaki. Setelah surat dan berkas selesai, setelah
urusan radio kelar, tinggal menunggu jawaban, aku pulang ke rumah. Di rumah aku
merenung, dan menceritakan semua yang terjadi pada ibuku. Ibu hanya bisa
menjawab, “Kalau itu udah jadi keputusanmu nok,
jalani saja. Kalaupun harus memilih, pilihlah tawaran magang itu. Sekalipun kau
harus keluar dari radio. Kan udah jadi impianmu dari dulu to terjun di dunia
TV? Jangan takut kehilangan pekerjaan. Besok kalau mau kerja, bantu kerja di
PAUD ibuk aja, bayarane malah lebih mahal.”
Ucapan ibu saat itu sekilas
membuatku tertawa, sekaligus semakin menguatkanku untuk lebih mantap melangkah.
Akhirnya kubulatkan tekad untuk tetap memilih tawaran itu, bismillah... semoga
Allah meridhloi. Hingga aku pulang ke posko KKN untuk melakukan presentasi KKN
dengan DPL, ternyata perjuangan menuju NET TV belum berhenti sampai di situ.
Malam harinya aku dikabari, kalau
ternyata dosen pengampu mata kuliahku Produksi Acara TV 2 tidak bisa memberiku
keringanan. Beliau memang tipe dosen yang taat pada aturan, dan baru pertama kali
ini mengajar makul PATV2. Jadi mungkin belum ada kepikiran untuk membolehkan
absensi diganti dengan tugas. Jadi mahasiswa tetap diharuskan berangkat
menghadiri perkuliahan jika menginginkan presensi itu. Beliau justru memberi
saran, mending dikorbankan salah satu. Kalau tidak melepas tawaran dari NET, ya
berarti harus mengulang mata kuliah di tahun depan. Tinggal mau pilih yang
mana? Kalau mau diambil dua-duanya, risikonya adalah harus berani keluar uang
banyak untuk pulang pergi Jakarta-Jogja seminggu sekali untuk menghadiri kuliah.
Itu berarti aku akan sangat memberatkan orangtuaku. Dan aku nggak mau itu
terjadi! Tapi harus gimana lagi? Lagi-lagi aku merasa tersudutkan. Ujian
apalagi dari-Mu ini ya Allah. Apakah Engkau benar-benar tidak mengizinkanku
untuk magang di Jakarta, kota nan padat itu? Apakah aku tidak pantas berada di
sana?
Namun, di antara kegundahanku
saat itu, di dapur Bapak tiba-tiba berkata dengan nada rendah, “Kalau emang
udah mantap, dan itu satu-satunya jalan terbaik, yowis tempuh wae. Urusan duit
rasah dipikir abot-abot. Selama sekiranya Bapak masih sanggup, ya jalani saja.”
ucap Bapak sambil duduk menghadapku.
Mendengar kalimat itu, rasanya
hati ini ingin runtuh. Ya Allah, perkataan orangtuaku. Betapa mereka
benar-benar mendukungku, menyupportku saat aku benar-benar ada dalam keadaan
sulit. Memberikan jalan keluar yang selalu menenangkan hati. Betapa mereka
menjadi air penyejuk di tengah gersangnya kemarau. Terima kasih ya Tuhan...
terima kasih atas anugerah-Mu yang begitu besar. Kau hadirkan orangtua yang
begitu mendukung keputusan anaknya.
Hingga akhirnya aku mengikuti
saran Bapak dan Ibu. Akan kujalani semua ini. Akan kutempuh segala risiko yang
ada. Aku yakin Allah pasti akan membantuku. Dan benar saja, tidak lama setelah
hari itu aku berbincang-bincang dengan mas Vandi. Mas Vandi memberiku saran
untuk ganti dosen lain. “Apa bisa?” tanyaku. “Ya dicoba dulu.” kata Mas Vandi.
Akhirnya kuturuti saran Mas
Vandi. Aku mencoba melobi dosen lain untuk memberi keringanan absensi kuliah.
Setelah melalui perbincangan yang panjang dengan dosen itu lewat WA, beliau
mengatakan bisa memberikan keringanan dengan mengganti tugas pada pertemuan
pertama hingga menjelang UTS. Aku pun sangat bersyukur saat itu. Sekarang
tinggal mengurus apakah bisa ganti kelas atau tidak. Setelah melalui
berpuluh-puluh pertanyaan pada kajur, kasubag akademik, Mas Idan, dan dosen
PATV2 ku yang asli, akhirnya terjadilah keputusan. Antara aku, dosenku, dan
temanku. Jadi aku akan bertukar jadwal dengan salah satu temanku, yang
alhamdulillah sekali (atas bantuan Allah) kebetulan ada yang mau tukar kelas
denganku. Jadi nanti nilai akhir dan absensiku yang akan ditukar dengannya di
akhir semester, mengingat sistem akademik sudah tidak bisa mengubah jadwal.
Akhirnya, mantaplah keputusanku
untuk berangkat ke Jakarta pada hari Selasa, 1 September 2015. Kabar terbaru
dari radio, ternyata aku diizinkan. Lengkap sudah semuanya. Niat untuk merantau
selama 2 bulan di Jakarta semakin matang. Persiapan barang-barang, surat, baju
hitam, semua lengkap! Siang itu, Selasa 1 September, Bapak mengantarku ke
Stasiun Lempuyangan. Setelah di rumah kukecup tangan ibu, dan kini tangan
Bapak, lengkap sudah semua keharuanku. Kuucapkan salam perpisahan, dengan niat
bismillah... aku ingin merantau mencari ilmu. Bapak, Ibu, doakan anakmu...
Hingga hari ini. Hari ketiga aku
menginjakkan kaki di tanah Ibu Kota. Dan menjadi hari pertama aku masuk masa
magang. Kini aku bisa berdiri di sini, berdua... bersama Gedung The East.
Kantor NET TV. Syukron wal hamdulillah. Terima kasih atas segala nikmat-Mu ya
Allah. Perjuangan ini terbayar sudah...
Jakarta, 5 September 2015.
alhamdulillah.. akhirnya perjuangan smpean ga sia-sia mbak.. berkat kedua orangtua yang mendukung. beruntungnya sekali mbak.e hhhee
BalasHapus