7 Februari 2011

Detective Abal

Pagi-pagi kelas XI IPA 3 sudah diributkan dengan suasana perang dunia (baca:perang kelas) ke-2 antara kubu putra dan putri. Seorang siswa dari kubu putra bernama Yudis baru saja membuat seorang siswa dari kubu putri menangis dengan apa yang telah dilakukannya pada benda berharga milik siswi itu. Sebuah flashdisk yang baik secara fisik maupun ‘psikis’ telah rusak tergeletak malang di atas meja di depan siswi itu menangis. Yudis telah merusaknya tadi malam. Ia lupa mengeluarkan flashdisk itu dari saku celana yang dipakainya trek-trekan tadi malam. Alhasil, waktu dia dan motornya jatuh oleng flashdisk itu pun ikut patah bersama tulang pahanya yang juga patah.



Tak dapat berbuat apa-apa, Myta -sang pemilik flashdisk, pun menangis sejadi-jadinya. Bukan karna flashnya telah hancur. Tentu saja data-data di dalamnya ikut hancur bersamaan dengan wadahnya.
“Sudahlah Myt, yang sabar ya. Kita bakal ngebantuin kamu buat ngembaliin semuanya sebisa mungkin kok.” seorang sahabatnya berusaha menabahkan hatinya. Sementara itu dua sahabat lainnya sedang sibuk menjadi pahlawan perang dunia (baca:kelas) ke-2.
***
PSB ( Pusat Sumber Belajar-online ) siang ini sepi penghuni. Hanya ada empat siswa perempuan yang sedang asyik nonton videoclip terbarunya Justin Bieber di salah satu pojok ruangan. Meski begitu keramaian di dalamnya bagaikan sedang ada konser tunggal penyanyi aslinya! Mendadak ruangan itu menjadi tempat karaoke empat siswa di dalamnya yang menyebut diri mereka sebagai G-Ong, singkatan dari Geng Ong. Nama G-Ong berasal dari kebiasaan mereka yang menanggil nama satu sama lain dengan akhiran –ong. Myta menjadi Mytong, Indy menjadi Indong, Gaby menjadi Gebong, dan Shelly menjadi Shellong. Terdengar GeJe memang.
Selagi Myta, Shelly dan Gaby masih asyik nonton, Indy berinisiatif untuk browsing di computer lain, download video JB lain tentunya.
“Eh eh eh! Liat deh, aku nemuin banyak nih. Wah kayaknya bakal gak muat nih flash ku. Pake punya Gaby aja deh sini.” Seru Indy tiba-tiba.
“Punyaku kan dipinjem sama Galang,” ujar Gaby
“Hah? Masih dipinjem?!!” Myta, Indy dan Shelly syok mendengarnya.
“Itu kan udah dari jaman nenek moyang kita masih pake koteka sampai sekarang udah pakai cadar juga belom di balikin?! Ckckck..” Shelly menambahi penuh heran. Gaby hanya mengangkat bahu seakan tak dapat berbuat apa-apa.
“Wah kalau itu patut kita minta secara paksa By.”
“Iya deh ntar aku minta balik. Tapi nggak usah maksa-maksa ah, akunya kan gak enak.” Mendengar tanggapan itu Indy, Myta dan Shelly semakin shock. Padahal sudah sebulan lebih sejak tes mid semester berlangsung flashdisk itu dipinjam Galang.
***
Keempatnya kemudian bergegas ke kelas. Sampai di kelas dilihatnya Galang sedang duduk di pojok belakang seperti biasa sedang membaca buku yang pastilah itu seputar motivasi sukses dan sejenisnya. Indy dan Gaby menghampirinya. Galang masih saja sok sibuk dengan bukunya.
“Lang, flashku kamu bawa nggak? Mau dipake nih.” Gaby langsung to the point.
“Eh, tak bawa nggak ya? Bentar deh,” dirogohnya kantong kecil di tas bagian depan. Meski sebenarnya Galang tahu persis didalamnya ia tidak akan menemukan benda yang di carinya. Gaby dan Indy, keduanya mengamati Galang yang ekspresi wajahnya berubah mencurigakan sejak mereka datang tadi.
“Ada nggak?” buru Indy tak sabar.
“Wah kayaknya ketinggalan di rumah. Masih di komputer, soalnya tadi malem gue pake nglembur tugas eh sekarang malah kelupaan. Sorry ya,” Dengan wajah sok melasnya Galang memohon pada Gaby.
“Yaudah deh, gak papa.”
Indy seakan ingin protes tapi Gaby langsung menahannya.
“Tapi besok jangan lupa di bawa, penting nih soalnya.”
“Iya deh, besok pasti gue bawain!”
***
Hari berikutnya Indy dan Myta bertemu Galang di kantin, dan waktu Indy tanya tentang flashdisk itu pun Galang menjawab tak jelas sambil ngeloyor pergi. Indy sebenarnya curiga dengan sikap Galang yang seperti itu. Hanya saja dia urung untuk membicarakannya pada Gaby dan yang lain. Toh Gaby yang sang pemilik saja tidak terlalu ambil pusing soal itu.
Jam pelajaran terakhir hari ini kosong, sebagian besar penduduk kelas online menggunakan laptop mereka. Sedangkan anggota G-Ong yang hari itu kebetulan tidak membawanya hanya duduk melingkar sambil ngobrol-ngobrol seputar JB, Harry Potter dan gosip-gosip terhangat di sekolah mereka itu. Menggosip sebenarnya bukan hal yang disukai mereka, tapi apa daya bila tau-tau mereka terbawa ke dalam obrolan semacam itu? Naluri wanita!
Lama-kelamaan bosan juga mereka dengan topik obrolan yang itu-itu saja. Lagi-lagi Indy mengajak untuk menagih flashdisk Gaby yang masih dibawa Galang. Demi alasan kelancaran download video JB dan film Harry Potter mereka pun mengikuti saja usul Indy meski sebenarnya Gaby sendiri tidak terlalu berminat. Baginya, toh sudah ada laptop jika hanya ingin menyimpan hasil downloadan video saja.
Seperti biasa mereka langsung to the point ke pertanyaan begitu sampai di meja Galang. Dan seperti biasanya pula Galang lagi-lagi berpura-pura sok sibuk mencari-cari flashdisk itu di dalam tasnya. Dan untuk kesekian kalinya dengan alasan yang sama: ketinggalan di rumah, Galang menunda pengembalian flashdisk itu.
Begitu G-Ong kembali ketempat mereka semula. Topik obrolan menjadi terkesan garing, yang di bicarakan sedari tadi hanya itu lagi dan itu lagi. Sementara itu Indy ingin sekali mengutarakan apa yang belakangan ini mengganggu pikirannya dan ingin ia menyelidikinya. Shelly yang sedari tadi lebih banyak diam menangkap sinyal aneh dari raut wajah Indy.
“Kamu kenapa sih Dy? Kayaknya dari tadi mau ngomong sesuatu cuma ragu-ragu gitu deh,” ujar Shelly kemudian.
“Iya tuh.” Myta menambahi.
“Emm...aku emang pengen ngomong sesuatu sih sebenernya.” jawab Indy seadanya.
“Yaelah Indy! Ngomong aja!.”
“Tapi...ini sebelumnya aku bukannya overprotektif atau gimana ya, ya aku cuma curiga aja sama Gala—”
“Bentar-bentar, jadi ini masih masalah flashdisk aku? Ya ampuun Dy…soal itu aku udah yaah... it’s ok lah kalo Galang lupa. Namanya juga cowok,” tukas Gaby.
“Ini bukan masalah kamunya nganggep it’s ok atau enggaknya, tapi coba deh kalian pikir-pikir lagi. Aneh nggak sih kalo setiap kita tanyain flashdisk itu ke Galang dia pasti jawabnya kelupaan, ketinggalan di rumah. Malah tadi waktu di kantin dia pura-pura gak denger gitu, maen ngeloyor pergi aja.”
Indy berhenti sejenak menunggu tanggapan dari yang lainnya. Firasat tak ada yang akan angkat bicara lagi, Indy pun meneruskan. “Aku sih bukannya gak percaya sama Galang. Cuma kalau bagi aku pribadi flashdisk itu bukan cuma barang sepele. Apalagi itu punya kamu 8 giga, besar loh!” kali ini Indy tidak mau melanjutkan sebelum ada yang menanggapinya. Shelly pun angkat bicara.
“Kalo menurut aku Indy tuh bener juga. Nggak ada salahnya kan kalau kita minta balik. Kita mesti belajar deh dari pengalaman yang udah-udah,” sejenak Shely menatap Myta. “Aku sendiri juga ngerasa si Galang tuh aneh banget. Kesannya dia menghindar terus setiap kali kita tanya tentang flashdisk itu.”
“Oke, jadi kita musti gimana nih buat nyari tau ada apa sebenarnya sama Galang? Be a detective yeah ?” ujar Gaby kemudian.
“Why not??” seru Myta dan Indy kompak.
***
Siangnya setelah pelajaran usai G-Ong segera melancarkan aksi detektifnya. Shelly yang memang tidak membawa motor ke sekolah mendapat mandat menguntit Galang dari keluar kelas sama warung angkringan belakang sekolah. Pasalnya, banyak anak-anak di sekolahnya yang selalu mampir ke sana setelah sekolah usai, dan siapa tahu Galang menjadi salah satunya. Sementara itu anggota G-Ong yang lain mengambil motor di parkiran.
Seperti biasa Galang selalu lewat jalan yang sama di belakang sekolah. Kemudian belok kanan menyusuri gang sempit yang di ujungnya terdapat angkringan itu. Ini sudah belokan kedua sejak keluar gerbang sekolah tadi. Dan belum ada satu pun dari tiga anggota G-Ong yang lain muncul. Shally pun sudah berulang kali meng-sms ketiganya dan berulang kali pula jawaban yang sama di terimanya menyuruhnya untuk lebih bersabar.
Sekarang Shelly sudah berada sekitar tiga puluh meter dari warung angkringan itu yang di depannya terdapat berjejer-jejer motor yang diparkir sembarangan. Kelihatan dari jauh banyak anak berseragam SMA yang sama dengannya sedang ngobrol-ngobrol dan beberapa diantaranya mengepulkan asap rokok. Galang hampir sampai di sana sementara Shally urung melanjutkan langkahnya. Ia menarik handphone dari sakunya, selama beberapa saat hanya suara ringtone yang didengarnya.
“Halo? Kalian sampai mana sih lama banget! Si Galang udah sampai tuh di angkringan.” sambarnya dengan nada tak sabar.
“Sorry Shell! Tadi kita ngisi angin ban motornya Indy dulu di pos satpam. Sekarang udah on the way kok,” ujar suara di seberang sana yang kedengaran seperti suara Myta.
“Eh eh, Galang keluar! Sekarang udah jalan lagi dia!” seru Shelly mulai panik.
“Ya kamu ikutin! Jangan sampai kita kehilangan jajak-”
“Nggak ah aku malu. Di angkringan tuh banyak anak-anak, masa aku lewat sana sendirian! Mana jalannya sempit lagi, mereka pasti liat aku lewat.”
“Ya ampun Shelly...! Emang kamu artis? Ngapain juga mereka ngeliatin kamu.” Tukas Myta jengkel.
“Pokoknya enggak! Udah kalian cepetan ke sini makannya.” Shelly langsung mematikan ponselnya. Sementara itu Galang sudah mengilang dari tempat terakhir dia melihatnya. Shelly mulai celingukan mengamati orang-orang di angkringan mencari-cari sosok Galang.
Tak ada.
Untung tiga temannya segera datang. Begitu tahu apa yang terjadi, tanpa banyak penjelasan mereka buru-buru memicu lagi motornya menyusuri jalan berikutnya. Sampai di belokan kedua dan menemukan pertigaan mereka berhenti. Tak ada petunjuk ke mana mereka seharusnya melanjutkan. Myta mengeluarkan meja jalan semacam hardboard dari dalam tasnya. Ia letakkan handphone di atasnya setelah membalik handphone itu lalu memutarnya dengan gaya bak pemain gangsing professional. Tak sampai satu menit handphone itu berhenti berputar.
“Nah. Kita kesana.” Ujar Myta kemudian. Telunjuknya mengarah ke arah jalan di tengah persawahan. Ketiga G-Ong yang lain menengok ke arah itu lalu dengan kompak mengerutkan alis mereka. Bukan karena heran. Sinar matahari tepat mengenai wajah mereka!
Tanpa pikir-pikir lagi mereka menyusuri jalan itu. Sudah sampai di belokan selanjutnya namun lagi-lagi Galang tak ada.
“Sebenernya rumah Galang itu di mana sih? Dari tadi kita belok sana, belok sini, tetep aja gak keliatan orangnya!” ujar Myta bersungut.
“Iya! Aku juga udah capek, mana laper lagi. Dari pagi tuh aku belum makan tau nggak, di suruh jalan kaki lagi. Udah gitu ujung-ujungnya kehilangan jejak. Kalian sih enak dari tadi naik motor. Aku sampai kakiku pegel nih!” Sontak Myta, Indy dan Gaby memasang ekspresi jengkel.
“Emangnya siapa yang bikin kita kehilangan jejak hah?! Pake sok ngartis segala tadi. Kalau kamu ngikutin terus kan gak bakal gini juga.”
“Loh kok nyalahin aku! Kalau kalian nggak lama kan aku juga nggak bakal malu lewat sendiri!” tukas Shelly sebal. Percekcokan pun berlangsung dan Gaby segera menengahi.
Setelah atmosfer emosi mereda, mereka kembali berdiskusi tentang bagaimana kelanjutan misi mereka itu. Melanjutkan membuntuti Galang itu adalah hal pertama yang tak mungkin. Apanya yang mau di buntuti kalau bayangannya saja sudah lenyap sejak berjam-jam yang lalu. Payahnya, mereka baru sadar bahwa tak ada satupun diantara mereka yang tau di daerah mana tempat tinggal Galang berada. Yang lebih menyedihkan mereka sama sekali tidak mengamalkan pelajaran yang baru tadi pagi mereka terima dari guru PKn, MALU BERTANYA SESAT DI JALAN!
Beuh… Poor G-Ong -,-“
Satu-satunya solusi yang tersisa hanyalah pulang dan lanjutkan besok!
***
Pagi ini Gaby baru saja memperoleh informasi di mana tempat tinggal Galang dari Bagas, teman sebangkunya. Ia segera memberitahu G-Ong yang lain dan berencana meneruskan misi pulang sekolah nanti. Sayangnya hanya Myta, Indy, dan Gaby yang bisa. Shelly ekskul paduan suara.
Pulang sekolah mereka langsung membuntuti Galang. Sampai di pertigaan setelah angkringan, Galang memasuki sebuah pekarangan luas yang di salah satu sisinya terdapat jalan setapak. Mau tak mau mereka turun dari motor lalu menitipkannya di pos ronda pojok pertigaan. Layaknya detektif sungguhan Gaby mengeluarkan benda aneh mirip kaca pembesar dari tasnya dan memperlihatkannya pada Myta dan Indy. Mereka berdua langsung tertawa ngakak begitu melihat Gaby memegangi sebuah spion motor berbentuk bulat yang di lubangi di bagian kacanya diganti dengan sampul mika yang di reparasi sedemikian rupa sehingga berbentuk alih-alih kaca pembesar. Yang apabila mengamati objek melalui benda itu bukannya jelas malah semakin buram dan kabur.
Gaby tak peduli dengan Myta dan Indy yang masih terpingkal-pingkal sambil memegangi perut menahan geli. Ia terus saja maju berjalan dengan mengendap-endap dan sedikit berjinjit-jinjit. Sementara itu Galang melewati pagar pekarangan kemudian memasuki sebuah kebun di samping bangunan yang seperti garasi. Gaby, Myta, dan Indy bersembunyi di balik dinding bangunan itu, mengintip ke mana arah jalan Galang selanjutnya. Ia memasuki sebuah bangunan di dekat Mytha, Indy, dan Gaby bersembunyi. Mereka bertiga menunggu, sampai Galang keluar dari bangunan itu.
Cukup lama juga ia di dalamnya sampai pegal Gaby dan Myta berjongkok di tempat persembunyian mereka. Akhirnya Galang keluar lalu menuju jalan di seberang pekarangan. Penasaran dengan apa yang baru saja Galang lakukan di dalam, Gaby pun mendekatkan kaca pembesar abalnya ke celah pintu bangunan itu. Tak ada sesuatu yang ganjal. Ia pun membuka pintunya dan tiba-tiba terdengar suara kelontangan yang membuat gaduh. Disusul dengan suara anjing menggonggong keras seperti berasal dari dekatnya. Begitu ditengoknya, benar saja, seekor anjing yang dirantai disebuah tiang rumah sedang menggonggong penuh ambisi ke arahnya. Tanpa pikir panjang Gaby dan Indy langsung kabur lari terbirit-birit tak menghiraukan Myta mengikutinya atau tidak. Hanya satu yang ada di pikirannya. Ia ingin segera sampai di pos ronda tempat ia menitipkan motornya dan pulang.
Alhasil, mission failed!
***
Syndrome detektif masih saja belum hilang dari ke empat anggota G-Ong. Bahkan setelah Myta dan Gaby menceritakan kejadian lucu plus menantang serta menegangkan yang mereka alami kemarin sekalipun. Ketika lagi-lagi Indy mengajak menjalankan misinya itu lagi, mereka langsung setuju. Bahkan Myta dan Gaby bersikap seakan tidak pernah terjadi apa-apa. Meski begitu, hanya untuk sekedar ingin tahu apakah Galang menepati janjinya atau tidak, mereka mengintrogasi Galang –berharap untuk terakhir kalinya.
“Flashdisk lagi?” kali ini Galang yang to the point begitu sadar G-Ong telah mengepung bangkunya. Dan dengan wajahnya yang seakan berkata ‘ni cewek pada nekad banget sih’-nya dengan malas ia mulai mencari-cari ke dalam tasnya. Kali ini ia tidak berpura-pura. Ditariknya sebuah tali gantungan keluar dan ditunjukkannya pada mereka berempat.

O, o!
Ekspresi G-Ong shock berat 24 karat melihatnya. Gantungan itu murni hanya sebuah gantungan tali tanpa benda apapun di ujungnya. Galang baru ingat flashdisk itu sudah berpindah tangan darinya. Dalam hati ia merutuki dirinya sendiri yang sudah PeDe sekali menyodorkan gantungan itu.
“M-maksudnya appa -nih?” tanya Gaby masih dengan nada shock benar-benar tak percaya.
Galang memasang tampang nyengir. Kentara sekali dirinya tidak akan siap melihat ekspresi empat cewek didepannya yang sekarang baginya mendadak berubah menjadi kawanan serigala yang siap menerkam dan akan mencabik-cabiknya dengan ganas setelah mendengar kenyataan sebenarnya darinya. Dengan wajah sok berbelasungkawa ia mulai mengatakannya.
“Flashdisknya… a-ada. Sama Yudis.”
Indy “What?!!”
Gaby “Kok bisa?!”
Shelly “Really?!”
“Are you ready guys?”tanya Myta pada pasukannya. Dan
Plak!
Bugh!
“Aww!”
Jdug!
Benar saja. Empat serigala jadi-jadian baru saja mengamuknya.
Perang dunia (baca: perang kelas) ke 3.

Dan pada akhirnya...
Suasana berkabung masih menyelimuti hati G-Ong, terutama Gaby. Hari ini tak ada yang lebih diinginkannya selain mengenang untuk yang terakhir kalinya almarhumah Diskby, flashdisknya. Segalanya telah dipersiapkan sejak kemarin khusus untuk pemakaman, bunga-bunga, dekor nisan bahkan gantungan tali terbaiknya semuanya telah siap.
“Sabar ya By, aku yakin semuanya akan kembali seperti semula kok. Lihat Myta, sekarang everything is ok baginya, awalnya memang sulit.” Ujar Shelly menabahkan sehabatnya yang sedari tadi hanya menatap gundukan tanah di depannya dengan air mata bercucuran.
“Tenang aja By, kita udah bikin kejutan spesial buat Yudis.” Kata Indy dengan raut licik penuh misterius. “Tuh!”
Semua menoleh ke arah yang ditunjuk Indy. Kempatnya kompak bengong sesaat, saling berpandangan dan tiba-tiba pecah suara gelak tawa mereka. Meskipun Gaby tak seceria yang lainnya, namun senyum tetap timbul di bibir mungilnya.
“Aku nggak sabar nih ngeliat ekspresi mukanya Yudis begitu dia ngeliat...” keempatnya kompak menatap sebuah motor trek yang telah mereka permak sedemikian rupa dengan dominasi warna pink bertato bunga-bunga penuh peri di sekitarnya. Keranjang berbentuk hati pun tak lupa nangkring di stangnya.
“Liat aja! Kita bikin malu dia di sekolah besok.” Gumam Indy seraya mengakhiri senyum liciknya.

THE END

created by Listiana Rizky Ayu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar