2 April 2015

Pihak Keempat



@eki_paradisi

Aku butuh uang. Ya, aku tahu aku butuh uang untuk saat ini. Ada beberapa yang harus kukejar menggunakan uang. Meski orang pernah berkata, uang bukan segala-galanya. Memang, uang bukan segala-galanya, dan segala yang ada di dunia belum tentu bisa didapat dengan uang. Tapi... tidak bisa dipungkiri, kau tak akan bisa hidup tanpa uang, isn’t it?
Aku butuh uang karena beberapa hal. Salah satunya... aku ingin mengejar targetku di tahun ini. Pergi ke luar negeri. Ya, kurasa aku terlalu percaya diri dengan mengatakan aku akan pergi liburan ke luar negeri tahun ini, dan aku pikir ini termasuk ide gila. Kenapa? Simple saja. Aku hanya mahasiswa kere yang bekerja serabutan, dan ingin pergi ke luar negeri... di tahun ini? Dapat uang darimana? Tapi, well.. sebenarnya aku tidak benar-benar ingin liburan. Aku mempunyai target seperti itu hanya karena ingin mengetes, apakah mimpi yang seakan terdengar mustahil itu benar-benar bisa terwujud hanya dengan modal yakin, usaha, dan doa?

Tapi, aku percaya mimpi. Seperti kata pepatah, di mana ada kemauan, di situ ada jalan. Sekarang kususun tahap pertama dulu, yaitu kemauan. Dan tentunya... keyakinan. Aku yakin aku bisa pergi tahun ini. Meski aku tidak tahu bagaimana caranya. Meski saat ini tak ada sepeserpun uang yang kukantongi. Akan kutunggu, bagaimana Tuhan membukakan jalan-Nya untuk makhluk malang yang penuh harap sepertiku ini.
Setelah itu, tahap kedua adalah usaha. Kini aku sedang berusaha bagaimana menghasilkan uang dengan statusku yang masih menjadi mahasiswa. Aku tidak mungkin bekerja full sehari. Dan aku tidak mungkin meminta pada orangtuaku. Yang benar saja, aku ingin liburan tapi menggunakan duit orangtua? Selain itu, tidak seperti teman-teman lain, aku tidak pernah dijatah tiap bulan untuk uang jajan atau sebagainya. Jangankan uang jajan, uang bensin pun tidak! Memang aku yang meminta mereka untuk tidak memberiku uang. Hanya uang SPP yang aku minta pada orangtua. Sisanya, aku bekerja serabutan. Namun kalau begini caranya, bagaimana aku bisa menabung? Uang serabutanku itu hanya cukup untuk beli bensin dan jajanan porsi kecil!
Aku pun putar otak. Ada satu cara agar aku bisa mendapat uang dalam jumlah banyak setahun ini. Yang kurasa peluang ini tidak akan keluar dari kemampuan dan keahlianku. Ya, liputan! Aku adalah seorang broadcaster yang berkecimpung dalam bidang reporting, presenting, dan jurnalis. Itu sesuai dengan bidang studiku di kuliah. Cara agar aku bisa mendapat uang adalah dengan mengirim video liputan di salah satu stasiun TV di Jakarta. Jika videoku tayang, aku bisa mendapat uang setidaknya duaratus ribu rupiah. Lumayan, bukan? Bisa untuk menabung.
Tapi permasalahannya saat ini adalah bagaimana aku bisa mendapat informasi secara intensif tentang berita-berita di sekitar? Aku butuh link! Dan permasalahan kedua adalah... aku tidak punya kamera. Ya Tuhan, lengkap sudah kemalanganku. Tapi... aku tidak boleh putus asa. Aku harus tetap berusaha bagaimana caranya. Bukankah cara terbaik untuk menangani masalah adalah dengan memikirkan solusinya? Bukan justru menyesali keadaan.
Kembali aku memutar otak. Bagaimana cara agar aku bisa mendapat link? Ah! Bukankah di facebook ada grup yang memberitakan kabar-kabar terbaru di sekitar Piyungan? Ya, aku tinggal di Piyungan. Sepertinya ide bagus jika aku memposting di sana yang berisi : “Mas, Mbak, kalau ada info seputar event, kegiatan, bencana alam, atau mungkin kuliner menarik yang sekiranya pantas diliput, bisa inbox ke saya. Nanti biar saya liput.” Dengan begitu aku bisa dapat informasi banyak, bukan?
Tanpa banyak berpikir, aku segera memposting tulisan seperti yang kumaksud di grup itu. Tak berapa lama kemudian beberapa chat muncul di layar ponselku. Astaga... cepat sekali, batinku. Ternyata yang aktif di grup itu lebih banyak dari yang kukira. Sekilas hal ini membuatku berpikir, kalau begini caranya keberadaan facebook di sini benar-benar bisa berguna! Tidak sia-sia aku punya akun dan masuk grup itu.
Dalam waktu yang hampir bersamaan setidaknya ada empat chat di ponselku. Dua di antaranya masih bertanya-tanya tentang kejelasan liputanku, nanti mau dimasukkan di media apa, nomor HP ku berapa, dan sebagainya. Sementara dua yang lain mulai tertarik untuk menawariku liputan. Dan liputan yang ditawarkan pun cukup menarik kurasa. Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, aku menerima tawarannya dan berencana untuk meliputnya minggu depan. Sekarang tinggal bagaimana caranya aku bisa mendapat kamera.
Teman yang biasanya menjadi partnerku liputan—dan juga yang mempunyai kamera—sedang tidak di Jogja, lalu aku harus bagaimana? Terpikir di benakku untuk meminjam tetanggaku yang cukup kaya. Dia mempunyai kamera DSLR. Berhubung aku tidak punya nomor HP nya, kucari namanya di daftar pertemanan facebook, lalu aku chat dia. Sebenarnya agak rikuh untuk meminjam. Karena tetanggaku itu ibu-ibu, dan aku juga tidak begitu dekat dengannya. Tapi tidak apa-apa. Namanya juga perjuangan, tidak masalah harus ada pengorbanan.
Setelah aku kontak dan ibu itu mengizinkan, aku menghembuskan napas lega. Akhirnya! Aku bisa liputan juga. Hingga beberapa hari kemudian aku liputan sendiri. Dua tempat yang aku kunjungi dalam dua hari. Malamnya aku hanya bisa berharap. Semoga liputanku tayang, dan aku bisa menabung dengan uang liputan itu.
Sehari kemudian, hampir saja aku putus asa. Bahkan aku sudah terlanjur menangis di dalam mukenaku karena satu liputanku sepertinya tidak tayang. Liputan sendiri yang penuh perjuangan dan pengorbanan. Mungkin aku yang sudah terlalu banyak berharap. Tapi sehari kemudian, ketika aku membuka media sosial dan memantau akun televisi yang kutuju, ternyata satu liputanku dimuat! Segera kutunjukkan ponselku pada ibuku yang saat itu sedang di dapur. Kebetulan yang ditayangkan adalah liputan tentang harapan pedagang pasar tradisional di 100 hari pemerintahan presiden baru, dan kebetulan ibuku—yang profesinya sebagai penjual pakaian—aku masukkan dalam wawancara.
Ibu menatapku sambil tersenyum. Ada sedikit keharuan yang bisa aku tangkap dari matanya. Aku pun juga begitu. Benar-benar bersyukur. Ini baru satu langkah yang kulalui untuk membuka langkah-langkah selanjutnya. Langkah untuk menggenggam impian di tahun ini. Semoga saja semua berjalan lancar dan sesuai dengan rencana. Sepertinya aku harus berterimakasih pada beberapa pihak. Pihak pertama, Allah SWT, Tuhan Yang Maha Menentukan. Pihak kedua, ibuku tercinta yang senantiasa mengiringi langkahku dengan doa-doa. Pihak ketiga, ibu Nani yang sudah berkenan meminjamkan kamera. Pihak keempat, facebook dan media sosial lainnya, terimakasih... kalian sudah menjembataniku, setidaknya untuk awal perjuangan ini. :) 
(tulisan ini sudah diantologikan dalam buku "Facebook, Jemabatan Impianku" terbitan Ar-Rahman Press) 
Bantul, 30 Januari 2015
Eki Paradisi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar