6 Februari 2018

Untukmu, Yang Belum Pernah Kutemui

Hai...
Di antara kegundahan malam ini, aku ingin menyampaikan apa yang kurasakan. Biasanya aku menyampaikan apapun pada ibuku. Tapi tidak untuk ini. Belum. Belum saatnya. Aku belum berani. Pada temanku? Entahlah. Aku belum menemukan orang yang tepat untuk kuajak berbagi. Mungkin ada, tapi dia sedang tidak di sini. Tidak di sisiku. Aku pun ragu untuk menghubungi mereka. Takut mengganggu. Ini hanya kepentinganku yang mungkin terdengar remeh.

Aku rindu...
Entah apa yang aku rindukan. Mungkin dirimu. Ya...
Meski sebenarnya aku tidak menginginkan kerinduan ini. Menurutku ini berlebihan. Rindu yang tak seharusnya. Rindu yang belum tepat saatnya.

Aku ingin menghindarimu. Aku tidak ingin terlalu jauh memikirkanmu. Tapi kurasa itu seperti mengangkat batu besar yang beratnya tiga kali lipat melebihi beratku. Aku sedang berproses menghindarimu. Agar aku tidak selalu berpikiran tentangmu. Agar aku tidak teringat ucapan serius yang kau ucapkan tempo lalu lewat sebuah pesan. Ucapan sakral yang mampu memutarbalikkan kehidupanku seratus delapan puluh derajat. Yang tadinya hanya sesekali waktu saja aku terpikirkan olehmu, kini hampir tiap detik. Yang tadinya aku membayangkan kehidupanku sendiri, menjadi memikirkan kehidupanku bersamamu. Ya. Semua karena kata-katamu itu. Pikiranku menjadi kalut beberapa hari ini. Sesak akan bayangan-bayangan yang tak seharusnya timbul. Tidak. Memang tidak. Memang belum saatnya. Aku belum pantas untuk berpikir seperti ini. Kau belum tentu bersamaku dan aku belum tentu bersamamu. Bahkan, kita belum pernah bertemu.