Hai...
Di antara kegundahan malam ini,
aku ingin menyampaikan apa yang kurasakan. Biasanya aku menyampaikan apapun
pada ibuku. Tapi tidak untuk ini. Belum. Belum saatnya. Aku belum berani. Pada
temanku? Entahlah. Aku belum menemukan orang yang tepat untuk kuajak berbagi.
Mungkin ada, tapi dia sedang tidak di sini. Tidak di sisiku. Aku pun ragu untuk
menghubungi mereka. Takut mengganggu. Ini hanya kepentinganku yang mungkin
terdengar remeh.
Aku rindu...
Entah apa yang aku rindukan.
Mungkin dirimu. Ya...
Meski sebenarnya aku tidak
menginginkan kerinduan ini. Menurutku ini berlebihan. Rindu yang tak
seharusnya. Rindu yang belum tepat saatnya.
Aku ingin menghindarimu. Aku
tidak ingin terlalu jauh memikirkanmu. Tapi kurasa itu seperti mengangkat batu
besar yang beratnya tiga kali lipat melebihi beratku. Aku sedang berproses
menghindarimu. Agar aku tidak selalu berpikiran tentangmu. Agar aku tidak
teringat ucapan serius yang kau ucapkan tempo lalu lewat sebuah pesan. Ucapan
sakral yang mampu memutarbalikkan kehidupanku seratus delapan puluh derajat.
Yang tadinya hanya sesekali waktu saja aku terpikirkan olehmu, kini hampir tiap
detik. Yang tadinya aku membayangkan kehidupanku sendiri, menjadi memikirkan
kehidupanku bersamamu. Ya. Semua karena kata-katamu itu. Pikiranku menjadi
kalut beberapa hari ini. Sesak akan bayangan-bayangan yang tak seharusnya
timbul. Tidak. Memang tidak. Memang belum saatnya. Aku belum pantas untuk
berpikir seperti ini. Kau belum tentu bersamaku dan aku belum tentu bersamamu.
Bahkan, kita belum pernah bertemu.